Kota Yogyakarta merupakan ibukota dari Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Kota ini berada ditengah empat kabupaten yang mengelilinginya yaitu Sleman, Bantul, Kulonprogo dan Gunungkidul.
Kota ini juga memiliki slogan berhati nyaman yang merupakan singkatan dari bersih sehat indah dan nyaman. Asal-usul nama Yogyakarta hingga kini masih diselimuti misteri. Namun terdapat beberapa hipotesis dari para ahli sastra Jawa tentang asal-usul nama Yogyakarta.
Sejarawan Peter Carey dalam bukunya asal-usul nama Yogyakarta dan Malioboro yang menjelaskan bahwa nama Yogyakarta kemungkinan berasal dari kata Ayodya dalam bahasa Sansekerta.
Ayodya menurutnya merupakan ibukota kerajaan Kosala yang diperintahkan oleh Rama dalam epos Ramayana. Sedangkan menurut jacobus noorduyn agak linguistik asal Belanda mengatakan hal yang berbeda. Menurut noorduyn berdasarkan dokumen-dokumen yang dikumpulkan nama ayogya atau yogye sudah ada sebelum kota ini dibangun tahun 1755 sampai 1756 oleh Mangkubumi.
Penulisan nama Jogja Jogja Jogja kemudian hidup you dan jogjo sudah termuat dalam tulisan-tulisan yang dibuat oleh Belanda sejak tahun 1743. Bahkan menurutnya Jauh sebelum peristiwa palihan Nagari atau perjanjian Giyanti yang mengisahkan Surakarta dan Yogyakarta tahun 1755.
Ejaan yang belum dibakukan dalam catatan-catatan Belanda itulah yang memunculkan variasi penulisan Yogyakarta Jogja karena huruf j dalam bahasa Belanda dibaca y sementara itu dalam bahasa Jawa baru dan bahasa Indonesia kata Yoga sudah mendapatkan terjemahannya Yaitu sesuai, layak, pantas dan pas.
Berawal dari perjanjian Giyanti yang ditandatangani oleh Gubernur Nicholas hartingh atas nama gubernur jenderal Jacob mossel pada tanggal 13 Februari 1755 selaku perwakilan kolonial Belanda.
Dalam perjanjian tersebut dinyatakan bahwa kerajaan Mataram dibagi menjadi dua. kasunanan Surakarta Hadiningrat dan kasultanan ngayogyakarta Hadiningrat Surakarta Pimpin oleh susuhunan pakubuwana 3 sedangkan kasultanan ngayogyakarta dipimpin oleh Pangeran Mangkubumi yang kemudian bergelar Sultan Hamengkubuwono 1.
Dalam perjanjian itu pula Pangeran Mangkubumi diakui menjadi raja atas setengah daerah pedalaman Kerajaan Jawa dengan gelar Sultan Hamengku Buwono Senopati ing alega Abdul Rachman sayidin panatagama khalifatullah.
Pada tanggal 13 Mar 1755 kasultanan Yogyakarta mengumandangkan proklamasi atau HD Ning Nagari ngayogyakarta Hadiningrat. Selanjutnya Sultan Hamengkubuwono 1 memulai pembangunan kraton Yogyakarta pada tanggal 9 Oktober 1755.
Pangeran Mangkubumi yang kemudian bergelar Sultan Hamengkubuwono 1 merupakan sendiri kraton Yogyakarta yang mulai ditempati pada 7oktober 1756. Sebelumnya tempat itu hanya merupakan desa dan hutan beringin proses pembangunan Keraton Yogyakarta berlangsung hingga hampir satu tahun.
Selama proses pembangunan tersebut Sri Sultan Hamengkubuwono 1 beserta keluarga tinggal di Pesanggrahan Ambarketawang. Sri Sultan Hamengkubuwono 1 beserta keluarga dan para pengikutnya baru memasuki Keraton Yogyakarta pada tanggal 7 Oktober 1776 dan tuh kepindahan Sultan dan keluarganya ini kemudian dijadikan sebagai dasar penentuan hari jadi kota Yogyakarta.
Baca juga : Asal Usul Kabupaten Sumenep
Seiring berjalannya waktu wilayah kasultanan Yogyakarta mengalami pasang surut karena pengaruh pemerintah kolonial baik Belanda maupun Inggris. Pada tanggal 20 Jun 1812 ketika Inggris berhasil menyerang dan memasuki Keraton Sultan Hamengkubuwono dua dipaksa turun Tahta penggantinya Sri Sultan Hamengkubuwono tiga dipaksa menyerahkan sebagian wilayahnya untuk diberikan kepada Pangeran notokusumo atau Putra Hamengkubuwono 1 yang diangkat oleh Inggris sebagai Adipati Paku Alam satu.
Wilayah kekuasaan Kesultanan yang diberikan kepada pakualam satu meliputi sebagian kecil di dalam ibukota negara dan sebagian besar di daerah Adikarto atau Kulonprogo bagian Selatan. Daerah ini bersifat otonom dan dapat diwariskan kepada keturunan pangeran notokusumo. Karena itu, Sejak 17 Mar 18 13 Adipati Paku Alam satu mendeklarasikan berdirinya Kadipaten pakualaman.
Dalam perjalanan sejarahnya perubahan besar terjadi setelah lahirnya Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945. Sri Sultan Hamengkubuwono 9 sebagai raja Yogyakarta segera mengucapkan selamat atas berdirinya Republik baru tersebut kepada para proklamator kemerdekaan.
Dukungan terhadap Republik semakin penuh ketika Sri Sultan Hamengkubuwono 9 dan Sri Paduka Paku Alam 8 mengeluarkan amanat pada tanggal 5 September 1945 yang menyatakan bahwa wilayahnya yang bersifat kerajaan adalah bagian dari negara Republik Indonesia.
Kemudian pada tanggal 30 okt 1945 dikeluarkan amanat kedua yang menyatakan bahwa pelaksanaan pemerintahan di deiye akan dilakukan oleh Sri Sultan Hamengkubuwono 9 dan Sri Paduka paku alam 8 bersama-sama badan pekerja komite nasional.
Sedangkan pemerintah Kotamadya Yogyakarta baru dibentuk pada tanggal 7 Jun 1947 ketika dinyatakan sebagai kota praja berdasarkan undang-undang nomor 17 tahun 1977 yang membentuk Yogyakarta sebagai haming ke kota atau kota otonom.
dan baru setelah terbitnya undang-undang Nomor 22 Tahun 1948 yang mengatur tentang pokok-pokok pemerintahan daerah dan undang-undang nomor 3 tahun 1950 tentang pembentukan Daerah Istimewa Yogyakarta yang membuat wilayah Kesultanan Yogyakarta menjadi Daerah Istimewa.