POJOK SURAMADU

#Inspirasi For You

Home

ic_fluent_news_28_regular Created with Sketch.

Berita

Wisata

Bisnis

Pendidikan

Keislaman

ic_fluent_phone_desktop_28_regular Created with Sketch.

Teknologi

ic_fluent_incognito_24_regular Created with Sketch.

Gaya Hidup

Sosial Media

Kesehatan Rakyat Semakin Mengenaskan, Sampai Kapan? 

Oleh: Rut Sri Wahyuningsih, Institut Literasi dan Peradaban

Apakah pemerintah menyerah? Entahlah, namun pernyataan Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin yang  menyarankan masyarakat untuk gunakan asuransi swasta padahal sudah ada BPJS sangatlah menggelitik nurani. 

Menkes beralasan, usulan ini untuk melunasi selisih biaya berobat dengan BPJS Kesehatan. BPJS kesehatan tidak bisa mengcover semua biaya pengobatan masyarakat. Hal ini dikarenakan keterbatasan biaya yang ditanggung BPJS. Terlebih dengan iuran bulanan BPJS yang tergolong murah, yakni Rp 48 ribu per kepala. Namun Menkes berjanji akan memperbaiki sistemnya (kilat.com, 17-1-2025). 

Menanggapi usulan menkes, Anggota Komisi IX DPR Zainul Munasichin sangat menyayangkan. Kecilnya nilai iuran BPJS Kesehatan tak bisa jadi alasan pelayanan masyarakat dikurangi.  Politikus PKB ini kecewa, sebab seharusnya BPJS Kesehatan dapat meningkatkan pelayanan masyarakat. “Karena BPJS sejak awal kita desain sistem gotong royong, di mana pasien yang sehat itu membackup pasien yang sakit. Jadi nggak bisa dibuat patokan karena iurannya Rp 40 ribu,  kemudian tak cukup mengcover biaya seluruh kesehatannya. Kan dari awal sudah seperti itu, kenapa baru dimunculkan sekarang?” tanya Zainul (sindonews.com, 18-1-2025).

Di tengah polemik usulan menkes, beredar sebuah postingan yang dibagikan oleh seorang dokter, drg. Mirza di akun Instagramnya.  Drg Mirza membagikan pengakuan dari seseorang  yang diduga pegawai BPJS Kesehatan yang menuliskan di media sosialnya, bahwa ia mendapat asuransi swasta dari kantor lantaran kecepatan pelayanan BPJS yang lambat, bukan karena BPJS jelek (sindonews.com, 6-1-2025).

Hingga hari ini pihak BPJS belum klarifikasi, jika memang benar maka sangatlah miris, berharap tidak ingin defisit, namun karyawan sendiri diduga justru menggunakan asuransi swasta dari kantor? Pantas saja premium BPJS tak pernah turun, artinya rakyat harus bayar dobel, yaitu gaji para pegawai hingga direktur BPJS sekaligus asuransi swasta mereka. Rakyat dapat apa?

Susahnya Hidup di Negara dengan Sistem Kapitalisme

Susahnya Hidup di Negara dengan Sistem Kapitalisme
Susahnya Hidup di Negara dengan Sistem Kapitalisme

Kesehatan adalah salah satu kebutuhan dasar masyarakat, individu per individu selain kebutuhan dasar lainnya seperti sandang, pangan, papan, pendidikan dan keamanannya. Jika ada kendala dalam pemenuhan kebutuhan dasar ini jelas akan menimbulkan sengketa, penderitaan hingga kematian. Dan itu sudah terjadi hari ini. 

Berapa banyak rakyat yang terpaksa meregang nyawa karena tak memiliki layanan BPJS atau terlambat mengurus karena hampir semua rumah sakit tidak mendahulukan kedaruratan, melainkan administrasi. Ibarat buah simalakama, pihak rumah sakit tak bisa dipersalahkan begitu saja, sebab klaim pembiayaan seluruh tindakan dokter dan rumah sakit ke BPJS tidak semudah membalikkan tangan. Perlu prosedur panjang dan berbelit. 

Inilah fakta menyedihkan ketika layanan kesehatan dikapitalisasi oleh negara, dalam artian negara tidak menyelenggarakan sendiri layanan kesehatan bagi rakyatnya, melainkan dialihkan kepada pihak swasta. Pemerintah selalu berdalih untuk profesionalitas dan gotong royong. Jelas ini menyalahi fitrah, tidak semua individu rakyat kaya, dan mampu mengaksesnya secara digital, tidak setiap wilayah ada pemerataan internet. 

Dan fakta lain, BPJS ini bukan layanan kesehatan sesungguhnya, melainkan asuransi. Bedanya, asuransi ini dikelola oleh pihak yang ditunjuk oleh pemerintah. Setiap orang diwajibkan daftar dan membayar premi setiap bulan sesuai kelas pilihannya. Namun , ketika ia tak pernah sakit, uang yang tersimpan tak pernah bisa ia ambil. Secara logika bukankah ia hanya menabung premi disebabkan tak pernah sakit? Tapi masyarakat dijebak dengan kata gotong royong, yang kaya membantu yang miskin. Jahatnya, pernyataan ini tak pernah termaktub di surat perjanjian awal. 

Ada pula yang baru membayar premi dua tiga kali, kemudian sakit kemudian mendapat cover BPJS, lagi-lagi dikedepankan kata gotong royong, bukankah seharusnya akadnya utang? Sebab yang ia pakai adalah uang orang lain dan bukan atas namanya sendiri, jika bukan pemilik harta maka haram menggunakannya. Sama saja  dengan menjebak rakyat dalam tindakan dosa, zalim. 

Tapi apakah fakta ini mendapat perhatian? Tentu tidak! Kapitalisme berdiri di atas dasar sekulerisme, pemisahan aturan agama dari upaya pemenuhan kebutuhan rakyat, tak ada standar halal haram, semua atas dasar manfaat. Sejatinya disini negara sudah gagal mengurusi urusan rakyatnya. Dan ketika negara berurusan dengan rakyat masih mengedepankan untung rugi, disitulah bencana tak berkesudahan akan terjadi. 

Rakyat tak sehat, negara pasti akan lemah, dan ketika lemah baik fisik maupun psikis maka akan mudah terkooptasi dengan berbagai pemikiran sesat. Paling ngeri adalah membuka peluang dijajah, nauzubillah. 

Kesehatan Dijamin Negara Islam

Dalam Islam, negara diwajibkan menyelenggarakan kesehatan secara mandiri, dan menjamin setiap individu masyarakat mudah mengakses. Pembiayaannya berbasis Baitulmal, kas negara yang memiliki tiga pos utama, yaitu kepemilikan umum ( barang tambang, energi, gas alam dan lainnya), kepemilikan negara ( jizyah, fa’i, ghanimah, usyur, bea cukai dan lainnya) dan zakat. 

Kebutuhan kesehatan diambil dari hasil pengelolaan SDA, dari sejak membangun rumah sakit, pendidikan kedokteran, penyediaan obat-obatan, SDM nakes dan dokter, gaji mereka,laboratorium, pengembangan sains dan teknologi yang berhubungan dengan kesehatan. Tidak ada asuransi sebab hal demikian haram. 

Rasulullah pada posisi beliau sebagai kepala negara di Madinah, pernah memberikan seorang dokter hadiah pribadi dari Raja Mesir,  Muqauqis, beliau pun menjadikan dokter itu sebagai dokter umum bagi seluruh warganya (HR Muslim).

Beberapa orang dari kabilah ‘Ukel dan Urainah singgah di kota Madinah. Tidak berapa lama perut mereka menjadi kembung dan bengkak karena tak tahan dengan cuaca Madinah. Menyaksikan tamunya mengalami hal itu, Nabi SAW memerintahkan mereka untuk mendatangi unta-unta milik Nabi yang digembalakan di luar kota Madinah, lalu minum dari air kencing dan susu unta-unta tersebut (HR. Bukhari Muslim). 

Perannya sebagai pengurus urusan rakyat (Raa’in) berlanjut kepada para Khalifah selanjutnya, semisal Khalifah Al-Walid bin Abdul Malik dari Dinasti Umayyah yang  membangun rumah sakit pertama dalam peradaban Islam. Rumah sakit ini dibangun di Damaskus, Suriah, pada tahun 706-707 M. 

Rumah sakit ini dibangun dari tanah wakaf dan disebut bimaristan atau maristan. Tujuan pembangunannya untuk: Menyembuhkan orang sakit, Merawat penderita penyakit kronis, Menjaga penderita kusta, Menampung orang miskin. Dan semuanya tanpa dipungut biaya sepeser pun. Tidakkah kita merindukan penerapan syariat sebagai ganti kapitalisme? Wallahualam bissawab.

Artikel Terkait :

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Postingan Populer