POJOKSURAMADU.COM, Pamekasan – Pemerintah Republik Indonesia menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 85 Tahun 2021 tentang Jenis dan Tarif atas Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang berlaku pada Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
PP itu mengundang protes keras para pengusaha kapal perikanan tangkap dan nelayan di Indonesia, khususnya Nelayan di Pamekasan, Madura. Mereka menganggap PP tersebut memberatkan karena kenaikan PNBP mencapai 150 persen lebih. Padahal usaha perikanan tangkap saat ini sedang lesu menyusul adaya pandemi Covid-19.
Ketua Asosiasi Nelayan Indonesia (ANI) Pamekasan, H Wardan menyebut aturan tersebut justru dinilai mencekik nasib nelayan . Menurutnya, penolakan tersebut didasari atas kondisi usaha perikanan tangkap yang sedang lesu. Sejak pandemi Covid-19 pada awal tahun 2020 lalu, para pelaku usaha tangkap ikan dan nelayan di Madura merasakan kondisi yang sulit.
“Dengan kenaikan tarif PNBP saat ini maka tarif jaring tarik berkantong pra produksi GT 30, bayar PNBP Rp.8.040.000, Bayar PHP Rp.36.450.000. Sedangkan Jaring Tarik Berkantong (Pra) Produksi ukuran 100 harus membayar PNBP sebesar Rp. 26.800.000, pungutan PHP sebesar 251.373.300, membayar sekat Rp. 6.000.000, Beli/Pasang AIS, senilai Rp. 10.000.000,” terang Wardan.
Sebagai bentuk reaksi kekecewaan, kata H Wardan, para nelayan Pamekasan akan turun jalan dan mogok melaut sebagai bentuk penolakan atas kenaikan PNPB pungutan hasil perikanan (PHP) berdasarkan PP No 85 Keputusan Menteri No 86 dan 87 Tahun 2021.
Dari aturan itu pungutan hasil perikanan para nelayan variatif, mulai dari ukuran perahu 5 sampai 60 (Groos Tonnage) dikenakan 5%, sedang ukuran perahu dari 60 sampai 1000 GT dikenakan 10%.
“Kebijakan pemerintah saat ini justru semakin membuat para nelayan menderita,” keluhnya.
Sementara itu, Anggota DPRD Pamekasan dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa, Samsuri menilai jika pihaknya banyak menerima aspirasi dari para nelayan di Pamekasan. Sebagai wakil rakyat, Samsuri juga menolak kenaikan PNBP tersebut.
“Harusnya pemerintah bisa lebih pro rakyat,” terangnya.
Samsuri juga menilai selama ini pemerintah melalui KKP belum membuat perikanan di Indonesia maju, khususnya di Madura. Belum lagi apabila kebijakan tersebut diterapkan, maka jaringan tarik berkantong pra produksi yang harus dibayar oleh nelayan sebesar Rp294 juta untuk perahu berukuran (GT.100) dalam setahun, dengan rincian bayar BNPB Rp26 juta, biaya PHP Rp251 juta, beli atau pasang AIS Rp10 juta dan biaya sekat Rp6 juta.
“Kasihan rakyat utamanya para nelayan,” tegasnya. (Hasibuddin)