POJOKSURAMADU.COM – Kabar duka menyelimuti dunia militer Indonesia ketika kasus penganiayaan antar prajurit TNI kembali mencuat ke publik. Peristiwa ini bukan hanya memunculkan kemarahan masyarakat, tetapi juga mengguncang hati seorang prajurit senior yang sudah puluhan tahun mengabdi.
Kasus tersebut menimpa seorang prajurit muda, Prada Lucky Namo, yang baru saja menjalani masa tugasnya sebagai anggota TNI selama dua bulan. Sayangnya, masa pengabdian itu terhenti dengan cara yang tragis. Prada Lucky kehilangan nyawanya setelah mengalami serangkaian penyiksaan yang diduga dilakukan oleh seniornya sendiri.
Ayahnya, Serma Christian Namo, yang merupakan prajurit senior TNI dengan masa pengabdian lebih dari 31 tahun, tak mampu menahan amarah ketika mengetahui sang anak tewas dengan cara mengenaskan. Ia bahkan mengucapkan sumpah mengerikan yang menjadi sorotan publik.
Kronologi Singkat Kejadian Prada Lucky Namo

Peristiwa memilukan ini terjadi ketika Prada Lucky masih menjalani masa awal dinasnya. Menurut laporan, sebelum meninggal dunia, ia sempat koma selama beberapa hari akibat luka parah yang dideritanya.
Hasil pemeriksaan menunjukkan adanya berbagai bekas luka pada tubuh korban, mulai dari sayatan, lebam, hingga memar yang tersebar di beberapa bagian tubuh. Dugaan kuat mengarah pada penganiayaan berat yang dilakukan oleh sesama prajurit TNI, dengan pelaku diduga adalah senior korban di kesatuan.
Meskipun penyelidikan tengah dilakukan oleh pihak militer, kemarahan publik terus membesar. Banyak yang menuntut agar kasus ini diusut secara transparan tanpa adanya upaya menutup-nutupi.
Sumpah Serma Christian Namo, Ayah Prada Lucky Namo
Sebagai seorang ayah sekaligus prajurit yang sudah mengabdi selama tiga dekade, Serma Christian Namo merasakan luka yang sangat dalam. Baginya, kehilangan sang anak Prada Lucky Namo bukan hanya soal kehilangan keluarga, tetapi juga kehilangan rekan seperjuangan di medan tugas.
Dalam pernyataannya, Serma Christian menegaskan bahwa dirinya menuntut keadilan penuh. Ia meminta semua pelaku penganiayaan ditangkap, diadili, dan dijatuhi hukuman setimpal. Namun, di balik itu, ia mengeluarkan sumpah yang mencengangkan:
“Jika anak saya tidak mendapatkan keadilan, maka saya sendiri yang akan menegakkannya. Nyawa dibayar nyawa.”
Ucapan ini menggambarkan betapa dalam luka yang ia rasakan, sekaligus mencerminkan tekadnya untuk tidak tinggal diam. Serma Christian bahkan mengaku siap berhadapan dengan siapa pun, termasuk perwira berpangkat lebih tinggi yang diduga terlibat.
Pengabdian Selama 31 Tahun yang Terusik

Serma Christian Namo bukanlah prajurit biasa. Selama 31 tahun, ia mengabdi untuk negara tanpa cela. Ia mengenakan seragam TNI dengan penuh kebanggaan, menjaga disiplin, dan mengutamakan kehormatan institusi. Namun, kasus yang menimpa Prada Lucky Namo membuat semua rasa hormat itu terusik.
Baginya, seragam dan pangkat tidak lagi berarti jika nyawa seorang prajurit muda bisa hilang sia-sia di tangan rekan sendiri. Ia bahkan menyatakan siap melepas pangkat dan seragamnya jika itu menjadi penghalang untuk mendapatkan keadilan.
Informasi yang beredar menyebutkan adanya dugaan keterlibatan prajurit berpangkat jauh lebih tinggi dari korban. Hal inilah yang membuat kasus ini begitu sensitif dan rawan mengalami intervensi.
Serma Christian secara tegas menyatakan tidak takut menghadapi siapa pun. Menurutnya, hukum dan keadilan tidak boleh pandang bulu. Siapa pun yang bersalah harus mempertanggungjawabkan perbuatannya, tanpa memandang jabatan atau pangkat.
Baca juga : Strategi Soeharto Hadapi 14 Ribu Anggota KKB Papua
Kekerasan di Lingkungan Militer: Fenomena yang Perlu Dievaluasi

Kasus yang menimpa Prada Lucky Namo membuka kembali perbincangan mengenai praktik kekerasan di lingkungan militer. Meski kedisiplinan adalah ruh dari dunia militer, kekerasan fisik yang berujung pada kematian jelas tidak dapat dibenarkan.
Beberapa pengamat militer menilai bahwa tradisi kekerasan antar senior dan junior harus dihapuskan sepenuhnya. Sebab, bukan hanya melanggar hukum, praktik tersebut juga merusak citra TNI di mata masyarakat.
Tuntutan Publik dan Keluarga
Selain sumpah yang diucapkan Serma Christian Namo, masyarakat juga ikut menuntut agar penyelidikan dilakukan secara terbuka. Banyak suara yang mendesak agar pelaku tidak hanya dihukum secara internal militer, tetapi juga diproses secara hukum pidana umum.
Bagi keluarga, keadilan hanya akan terwujud ketika semua pelaku, tanpa terkecuali, dijatuhi hukuman seberat-beratnya. Mereka menolak segala bentuk mediasi yang mengarah pada perdamaian tanpa hukuman.
Makna Keadilan bagi Serma Christian
Bagi Serma Christian Namo, keadilan berarti memastikan bahwa pengorbanan sang anak tidak sia-sia. Ia ingin kematian Prada Lucky Namo menjadi pelajaran berharga bagi institusi militer agar kejadian serupa tidak terulang.
Ia percaya bahwa kehormatan seorang prajurit bukan hanya diukur dari kesetiaan pada negara, tetapi juga dari keberanian menegakkan kebenaran, meski harus melawan arus.
Kasus ini menjadi pengingat bahwa di balik seragam dan disiplin ketat, prajurit TNI juga adalah manusia yang memiliki keluarga, mimpi, dan hak untuk hidup. Serma Christian Namo telah menunjukkan bahwa suara seorang prajurit senior pun bisa lantang ketika menyangkut nyawa dan keadilan.
Peristiwa ini diharapkan menjadi titik balik untuk membersihkan praktik kekerasan di lingkungan militer, sekaligus memastikan setiap prajurit, muda atau senior, mendapatkan perlindungan yang layak.
Keadilan bagi Prada Lucky Namo adalah keadilan bagi semua prajurit yang mengabdikan hidupnya untuk negara.