Pojoksuramadu.com – Peristiwa aksi mahasiswa Universitas Mulawarman balik badan saat Wakil Gubernur Kaltim menyampaikan pidato menjadi salah satu topik hangat yang ramai diperbincangkan publik. Kejadian ini berlangsung di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Mulawarman, Samarinda, pada acara Pengenalan Kehidupan Kampus bagi Mahasiswa Baru (PKKMB), Selasa, 5 Agustus.
Aksi yang dilakukan ratusan mahasiswa baru ini bukan hanya mengundang perhatian para peserta yang hadir, tetapi juga memicu reaksi dari berbagai pihak, mulai dari pejabat daerah, civitas akademika, hingga warganet. Mereka kompak membalikkan badan ketika Wakil Gubernur Kalimantan Timur, Seno Aji, berdiri di podium untuk menyampaikan sambutannya.
Ternyata, tindakan ini bukan tanpa alasan. Mahasiswa menyampaikan pesan protes terhadap kebijakan beasiswa pemerintah daerah yang dianggap tidak merata. Dalam artikel ini, kita akan membahas secara lengkap kronologi kejadian, latar belakang aksi, tanggapan pihak terkait, serta makna di balik peristiwa ini.
Acara PKKMB FKIP Unmul pada hari itu dihadiri oleh sejumlah tokoh penting, termasuk Wakil Gubernur Kaltim dan Pangdam VI/Mulawarman. Semua berjalan normal hingga tiba giliran Seno Aji memberikan pidato.
Pada pukul 09.00 WITA, ratusan mahasiswa baru secara kompak membalikkan badan, membelakangi panggung. Menurut informasi yang beredar, aksi ini sudah direncanakan sebelumnya oleh sebagian mahasiswa senior yang memberikan arahan kepada para peserta baru. Instruksi itu termasuk waktu yang tepat untuk membalikkan badan, sehingga terlihat serentak dan terorganisir.
Tidak ada teriakan, spanduk, atau orasi lantang. Mahasiswa hanya berdiri membelakangi pembicara sebagai bentuk protes diam. Meski sederhana, pesan yang disampaikan sangat jelas: mereka kecewa dengan distribusi beasiswa daerah yang dirasa tidak adil.
Latar Belakang Protes
Penyebab utama aksi mahasiswa Universitas Mulawarman balik badan saat Wakil Gubernur Kaltim adalah ketidakpuasan terhadap kebijakan pembagian beasiswa yang disebut “gratis pol” oleh pemerintah daerah.
Menurut sebagian mahasiswa, program beasiswa tersebut belum menjangkau seluruh mahasiswa yang membutuhkan. Ada anggapan bahwa penyalurannya cenderung tidak merata dan kurang transparan. Hal ini membuat sebagian kelompok yang seharusnya berhak menerima justru terabaikan.
Bagi mahasiswa, aksi ini adalah bentuk penyampaian aspirasi secara damai. Mereka ingin pejabat daerah mengetahui langsung keluhan mereka, tanpa harus melakukan demonstrasi besar-besaran di luar kampus.
Tanggapan Wakil Gubernur
Seno Aji, yang menjadi target utama aksi simbolis ini, tampak terkejut saat melihat mahasiswa membalikkan badan di hadapannya. Ia bahkan sempat bertanya, “Ini ada apa sebenarnya?” di tengah pidatonya.
Meski begitu, tidak ada respon emosional berlebihan dari pihaknya. Hingga kini, belum ada penjelasan resmi yang detail terkait sikap pemerintah provinsi atas aksi tersebut. Namun, peristiwa ini diyakini menjadi bahan evaluasi penting dalam pelaksanaan program beasiswa di Kalimantan Timur.
Baca juga : PPATK Minta Maaf dan Pastikan Tidak Ada Lagi Pemblokiran Rekening di Tahun 2025
Sikap Pihak Rektorat
Rektor Universitas Mulawarman yang hadir di acara tersebut memberikan tanggapan bijak. Ia mengatakan bahwa aksi semacam ini adalah bagian dari dinamika demokrasi yang tidak bisa dilarang sepenuhnya.
“Ya wajar saja, ini risiko dari suatu keadaan demokrasi. Tapi secara etik tentu saja tidak benar,” ujar sang Rektor. Dengan kata lain, pihak kampus memahami alasan mahasiswa, namun tetap mengingatkan bahwa tata krama dan sopan santun tetap perlu dijaga, apalagi di acara resmi yang menghadirkan tamu penting.
Ternyata, bukan hanya Wakil Gubernur yang mendapat ‘sambutan’ berbeda dari peserta. Pangdam VI/Mulawarman, Brigjen TNI, juga sempat mengalami momen tak terduga saat sebagian peserta menyanyikan lagu “Buruh Tani” dan “Mars Mahasiswa” di sela pidatonya. Lagu-lagu ini identik dengan semangat perjuangan dan kritik sosial, sehingga memperkuat kesan bahwa nuansa acara PKKMB tahun ini memang diwarnai aksi protes.
Etika vs Kebebasan Berpendapat
Peristiwa ini memunculkan perdebatan tentang batas antara kebebasan berpendapat dan etika dalam forum resmi. Dari sisi demokrasi, mahasiswa memiliki hak menyuarakan pendapat, termasuk melalui aksi simbolik.
Namun, dari sisi etika, membalikkan badan saat seseorang berbicara di podium bisa dianggap tidak sopan, terutama kepada pejabat yang datang sebagai undangan resmi. Tantangan bagi mahasiswa adalah menemukan cara menyampaikan aspirasi yang efektif, namun tetap menjaga citra positif di mata publik.
Dampak dan Implikasi bagi Pemerintah Daerah
Kejadian aksi mahasiswa Universitas Mulawarman balik badan saat Wakil Gubernur Kaltim menjadi sinyal kuat bagi pemerintah daerah untuk meninjau ulang kebijakan beasiswa. Aspirasi yang disampaikan mahasiswa tidak boleh dianggap remeh, karena menyangkut pemerataan kesempatan pendidikan.
Jika diabaikan, potensi munculnya aksi serupa di masa mendatang cukup besar. Sebaliknya, jika pemerintah membuka ruang dialog dan melakukan perbaikan, hal ini justru bisa menjadi momentum untuk membangun kepercayaan antara mahasiswa dan pemerintah.
Pelajaran yang Bisa Diambil
Dari peristiwa ini, ada beberapa pelajaran yang bisa kita petik:
- Kritik adalah bagian dari demokrasi – Mahasiswa memiliki peran penting sebagai pengawas kebijakan publik.
- Etika tetap penting – Penyampaian kritik harus mempertimbangkan konteks dan menghormati lawan bicara.
- Pemerintah harus responsif – Keluhan terkait kebijakan publik, apalagi yang menyangkut pendidikan, perlu ditanggapi secara serius.
- Kampus sebagai ruang dialog – Lingkungan kampus seharusnya menjadi tempat aman untuk menyampaikan aspirasi tanpa takut represif.
Aksi mahasiswa Universitas Mulawarman yang membalikkan badan saat Wakil Gubernur Kaltim berpidato menjadi peristiwa penting yang menggambarkan keberanian generasi muda dalam menyuarakan ketidakpuasan. Meski menuai pro dan kontra, kejadian ini membuka ruang diskusi yang lebih luas tentang pemerataan beasiswa dan cara penyampaian kritik yang tepat.
Ke depan, diharapkan mahasiswa dan pemerintah dapat membangun komunikasi yang lebih baik. Pemerintah perlu memastikan kebijakan beasiswa menjangkau semua lapisan mahasiswa, sementara mahasiswa diharapkan mampu menyuarakan pendapat dengan cara yang tetap menghargai forum resmi. Dengan begitu, semangat demokrasi dan etika akademis bisa berjalan seiring.