POJOK SURAMADU

#Inspirasi For You

Home

ic_fluent_news_28_regular Created with Sketch.

Berita

Wisata

Bisnis

Pendidikan

Keislaman

ic_fluent_phone_desktop_28_regular Created with Sketch.

Teknologi

ic_fluent_incognito_24_regular Created with Sketch.

Gaya Hidup

Sosial Media

Ironi Nasib Petani Garam, Semakin Suram

POJOK SURAMADU.COM – Bagai tikus mati di lumbung padi, begitulah nasib petani garam di pulau garam, Madura. Bagaimana tidak? Meski hasil panen garam berlimpah, namun harga jualnya anjlok sehingga petani garam merugi. Bahkan garam milik petani banyak yang mangkrak tak terserap oleh industri.

Biasanya memasuki musim kemarau, petani garam mulai menggarap lahan garamnya dengan penuh semangat. Namun, di tahun ini mereka seakan kehilangan gairah untuk mulai mengolah tambak-tambak garam miliknya. Alasannya, stok garam tahun lalu masih banyak dan belum terserap. Ditambah lagi harga jual garam sangat memilukan. Di Sampang garam perkilonya hanya dipatok 250 rupiah saja. Itu pun hanya garam berkualitas bagus yang bisa dijual (radarmadura.jawapos.com, 15 Juni 2020).

Akibatnya, banyak petambak yang enggan berproduksi. Di Pamekasan, saat ini hanya sekitar 20 persen petani saja yang menggarap lahannya. Itu pun merupakan lahan yang berada di pinggir jalan karena tidak membutuhkan biaya angkut (radarmadura.jawapos.com, 28 Juni 2020). Para petani tambakpun banyak yang sudah tidak memiliki modal untuk mengolah tambak garamnya.

Respon Pemerintah

Pemerintah sendiri bukan tidak menangkap keadaan memprihatinkan para petani garam. Di tengah kondisi yang tidak menentu, pemerintah melakukan perencanaan menaikkan target serapan garam tahun ini, dari 1,1 juta ton menjadi 1,5 juta ton secara nasional (radarmadura.jawapos.com, 28 Juni 2020).

Sementara terkait harga jual garam, Kasi Pengolahan dan Kawasan Budi Daya Dinas Perikanan (Diskan) Pamekasan, Muzanni, mengakui memang murah. Namun Diskan tidak memiliki kewenangan untuk mengatur harga garam di pasaran. Pihaknya hanya akan fokus untuk melakukan pembinaan pada petani garam, agar kualitas garam bisa meningkat sehingga diharapkan akan banyak garam petani yang bisa diserap dan mampu bersaing dengan garam impor (radarmadura.Jawapos.com, 28 Juni 2020).

Nasib Petani Garam Semakin Suram

Langkah yang diambil oleh pemerintah dalam upayanya membantu petani garam, dinilai tidak efektif. Pasalnya yang dibutuhkan saat ini adalah bagaimana pemerintah bisa menjaga stabilitas harga. Sementara itu rencana program meningkatkan target serapan garam tidak menjamin kondisi petani garam menjadi lebih baik. Sebab pada fakta di lapangan, pengawasan terhadap program tersebut cenderung lemah.
Di lain pihak PT Garam yang biasanya melakukan pembelian, saat ini menghentikan penyerapan garam rakyat. Hal ini salah satunya karena kapasitas gudang yang terbatas. Namun yang disesalkan petani juga, ternyata PT Garam malah menjual garam-garam produksinya kepada perusahaan-perusahaan tempat petambak menjual garamnya (koran madura.com, 10 Juni 2020).

Di sisi yang lain, di tengah menumpuknya stok garam petani yang tidak terserap, pemerintah justru membuka kran impor garam. Pada tahun 2020, impor garam pemerintah meningkat menjadi 2,9 juta ton. Lebih banyak 300.000 ton dari tahun 2019 yang mencapai 2,6 juta ton (kompas.com, 31 Januari 2020).

Hal ini memunculkan kekecewaan pada petani garam. Mereka mempertanyakan komitmen pemerintah untuk melakukan swasembada garam. Impor garam menyebabkan garam rakyat yang menumpuk terkatung-katung kalah bersaing dengan garam impor. Hal ini semakin menunjukkan bagaimana pemerintah abai terhadap nasib para petani garam.

Memang tidak bisa dipungkiri, garam produksi para petambak masih jauh kualitasnya dibandingkan dengan garam impor. Kandungan garam dalam negeri memiliki kandungan NaCl yang lebih rendah daripada garam impor. Karena itulah industry lebih memilih menggunakan garam impor.

Aspek teknologi yang digunakan ditengarai menjadi faktor penyebab mengapa garam dalam negeri belum mampu memenuhi standar kualitas yang diinginkan oleh indutri. Di Pamekasan, 30 persen lahan garam masih merupakan lahan konvensional. Sementara sisanya sudah menggunakan teknologi geomembran (koranmadura.com, 11 Juni 2020). Namun demikian hal ini ternyata tidak cukup mendongkrak serapan garam petani ke industri.

Mengakhiri Nestapa Petani Garam

Tentu saja komitmen pemerintah terhadap keberpihakannya pada nasib petani garam lokal harus diwujudkan. Sebab bagaimanapun sumber daya alam yang ada di dalam negeri cukup berlimpah untuk bisa mewujudkan swasembada garam yang diidam-idamkan. Dan hal ini membutuhkan dukungan penuh dari pemerintah.

Pemerintah semestinya bisa hadir bukan hanya sebatas regulator namun juga fasilitator untuk mengatasi kemelut garam ini. Secara penuh pemerintah seharusnya menguasai semua lini perputaran garam dari sektor produksi, distribusi dan konsumsi melalui sejumlah regulasi dan program yang berpihak pada kepentingan rakyat.

Di sisi produksi, pemerintah diharapkan dapat menyediakan bantuan berupa pemberian edukasi dan pelatihan kepada para petani untuk meningkatkan kualitas produksi garamnya. Hal ini dibarengi dengan penyediaan fasilitas teknologi dan lahan yang baik yang akan mendukung perbaikan di bidang produksi garam, baik secara kualitas maupun kuantitasnya. Pengadaan gudang-gudang dengan kapasitas yang mencukupi, perlu dilakukan agar garam produksi petani mampu diserap secara keseluruhan. Tentu saja gudang-gudang tersebut haruslah dikelola dan dikuasai oleh negara demi kepentingan petani garam.

Pemerintah juga perlu mendukung upaya-upaya pengembangan teknologi yang bisa semakin meningkatkan kapasitas dan kualitas produksi garam rakyat menjadi lebih baik lagi. Di samping itu adanya pemberian bantuan modal akan sangat membantu para petambak. Dengan suntikan dana dari pemerintah, akan mengembalikan gairah petani untuk mengelola tambaknya secara maksimal. Dengan langkah ini diharapkan swasembada garam akan tercapai sehingga kita tidak perlu lagi tergantung pada impor garam untuk mencukupi kebutuhan dalam negeri.

Dari sisi distribusi, pemerintah harus melakukan pengawasan secara kontinyu sampai terjadi keseimbangan harga garam di pasaran secara natural. Praktek-praktek kartel dan penimbunan stok garam oleh pihak-pihak tertentu harus diberantas, karena hal ini dapat menyebabkan terjadinya permainan harga sehingga harga garam menjadi anjlok. Penerapan sanksi yang berat dan tegas bagi pelakunya akan semakin menjamin kestabilan harga garam.

Negara adalah pengayom rakyat. Karena itulah seharusnya negara tak boleh lalai dalam menyelesaikan berbagai persoalan seluruh lapisan masyarakat. Dengan komitmen yang jelas dan tegas dari pemerintah, akan dapat menyibak tabir gelap yang membayangi nasib para petani garam yang terancam suram. Kejayaan para petani garam akan Kembali terangkat. Tentu saja cita-cita swasembada garam di negara gemah ripah loh jinawi ini akan dapat dicapai. Wallahu’alam. (*)

Oleh : Dwi Indah Lestari, S.TP, Pemerhati Persoalan Publik

Artikel Terkait :

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Postingan Populer