kerja Sama

Kirim Tulisan

Home

ic_fluent_news_28_regular Created with Sketch.

Berita

ic_fluent_phone_desktop_28_regular Created with Sketch.

Teknologi

Wisata

Pendidikan

Bisnis

Keislaman

ic_fluent_incognito_24_regular Created with Sketch.

Gaya Hidup

Sosial Media

Komersialisasi Konten Picu Buruknya Mental Healthy

Pojoksuramadu.com – Loneliness in the Crowd, satu istilah yang baru muncul kemudian viral. Secara garis besar, istilah itu merujuk pada dampak buruk sosial media dalam Sistem sekuler liberal hari ini. Bagaimana penjelasannya dan apakah ada solusi terbaik untuk mengatasinya?

Global Digital Reports dari Data Reportal melaporkan ada 5,25 miliar orang yang aktif di media sosial. Di dunia maya mereka begitu giat dan eksis, namun kenyataannya mereka memiliki perasaan kesepian. Bahkan saat linimasa dipenuhi video hiburan dan kisah personal tetap membuat pengguna merasa terasing dari dunia nyata (detik.com, 18-9-2025).

Sejumlah Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) kemudian melakukan riset berjudul “Loneliness in the Crowd: Eksplorasi Literasi Media Digital pada Fenomena Kesepian di TikTok melalui Konfigurasi Kajian Hiperrealitas Audiovisual”.

Penelitian ini berhasil lolos seleksi Program Kreativitas Mahasiswa Riset Sosial Humaniora (PKM-RSH) 2025 dan memperoleh pendanaan dari Kemendiktisaintek. Penelitian berawal dari sebuah pertanyaan: mengapa seseorang bisa begitu aktif di dunia maya, tetapi minim interaksi sosial secara langsung?

Fifin Anggela Prista, ketua tim riset, menjelaskan jika konten di media sosial merupakan hasil rekayasa. Namun, tak sedikit orang tetap mengonsumsi dan bahkan membenarkan narasi tersebut. Ia menambahkan, menurut teori hiperrealitas, representasi digital kerap dianggap lebih ‘nyata’ daripada realitas itu sendiri, sehingga emosi yang dibentuk media dapat memengaruhi kesehatan mental dan hubungan sosial seseorang.

Dan terjadilah efek domino, dimana kebiasaan ini membuat seseorang terjebak dalam situasi yang tak menyenangkan, semakin sering ia membagikan konten kesepian, maka semakin banyak konten serupa yang muncul di linimasa. Dan memang beginilah cara kerja mesin algoritma media sosial, dari sanalah muncul cuan bagi para provider media sosial dan para konten kreator.

Kapitalisme Menciptakan Industri Perusak Mental

Era digitalisasi adalah sebuah keniscayaan, semua yang menyangkut pemenuhan kebutuhan manusia bisa dikerjakan secara digital. Arus informasi pun tak terbendung. Apa yang terjadi hari ini di belahan bumi lain, bisa kita nikmati nyaris dalam waktu yang bersamaan. Tanpa support system yang baku dan sahih, era digital bak pisau bermata dua, satu sisi bermanfaat memudahkan urusan manusia, di sisi lain banyak yang merasa kesepian di tengah hiruk pikuk bermedia sosial.

Gen Z yang paling merasakan dampaknya, mengingat tahun-tahun kelahiran mereka telah dihadapkan pada perkembangan pesat teknologi, bukan sekadar bisa mengirim manusia ke bulan, tapi menyerupai manusia nyata melalui tekhnologi AI sudah sangat biasa.

Gen Z juga yang paling insecure bahkan mengalami gangguan kesehatan mental, gejalanya merata, dampaknya bukan sekadar teori di atas kertas, semua ini bukan sekedar persoalan kurangnya literasi digital dan manajemen penggunaan gawai. Namun lebih karena adanya industrialisasi dalam Sistem Kapitalisme terhadap arus media sosial.

Berbagai konten di media sosial seolah memberikan pelajaran bagi pengguna yang lain target pencapaian tertinggi bagi setiap manusia, padahal hal itu sangat tidak releateable dengan kehidupan nyata. Ini yang kemudian memunculkan sikap asosial, penerimaan masyarakat ( empati dan simpati) dunia maya terhadap seseorang dianggap lebih masuk akal dibanding di dunia kenyataan.

Tak hanya di circle pertemanan, bahkan, di tengah keluarga pun pola hubungan antar anggota keluarga terasa jauh. Jelas semakin dibiarkan tanpa ada perbaikan, sikap asosial dan perasaan kesepian akan berdampak buruk dan merugikan umat. Terlebih bagi generasi muda yang sebenarnya punya potensi besar untuk menghasilkan karya-karya produktif, parahnya malah menjadi generasi yang lemah tak berdaya.

Generasi muda akan makin fokus pada dirinya sendiri dibanding merubah pola pikir masyarakat yang sudah terjebak dalam ranjau Kapitalisme pun tak ada niatan untuk menolong dirinya sendiri.

Islam Sistem Baku dan Sempurna

Masyarakat harus menyadari bahwa pengaruh media sosial yang tidak dikelola dengan bijak akan menjadikan banyak orang makin asosial dan merasa kesepian di tengah keramaian. Fenomena ini akan merugikan umat. Artinya, sistem hari inilah, yaitu Kapitalisme yang asasnya sekuler yang menyebabkan kesehatan mental di pertaruhan, bahkan menjadi komoditas karena membawa manfaat materi, tentu bagi pelaku industri digital besar.

Sebagai bangsa dengan mayoritas masyarakatnya beragama Islam, sudah seharusnya menjadikan Islam sebagai identitas utama, bukan sekadar pengisi kolom agama di kartu identitas, sehingga tidak terus menerus menjadi korban sistem sekuler liberal.

Allah swt. berfirman yang artinya, “Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.” (TQS Al Hujurat:6).

Setiap muslim hendaknya menyaring setiap informasi yang datang padanya dalam bentuk apapun dengan filter ajaran agamanya, Islam. Dan memang ini adalah hal yang sulit jika negara tidak melakukan intervensi. Sebab negara memiliki kekuasaan dan wewenang dalam mengendalikan pemanfaatan dunia digital dan mendorong masyarakat khususnya generasi muda agar tetap produktif dan berkontribusi dalam menyelesaikan problematika umat.

Media bagi negara akan digunakan sebagai kantor berita resmi negara yang menyebarkan dakwah, syiar kebaikan penerapan Islam di dunia global dan sekaligus menciptakan suasana keimanan yang kuat bagi rakyatnya.

Dengan sifat dasar pemuda pemudi yang masih kuat jasmani dan rohani, menjadikan generasi muda sandaran harapan perubahan dan pemegang estafet peradaban bangsa yang mulia. Namun hanya dengan penerapan syariat Islam kondisi terbaik pemuda bisa diwujudkan.

Dengan menetapkan pendidikan berbasis akidah Islam, yang akan membentuk seseorang memiliki kepribadian Islam, dimana akal dan nafsunya selaras dengan apa yang boleh dan tidak dalam Islam. Sanksi hukum tegas diterapkan bagi pemilik media yang melanggar hukum syara. Wallahualam bissawab.

Artikel Terkait :

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Postigan Populer

spot_img