kerja Sama

Kirim Tulisan

Home

ic_fluent_news_28_regular Created with Sketch.

Berita

ic_fluent_phone_desktop_28_regular Created with Sketch.

Teknologi

Wisata

Pendidikan

Bisnis

Keislaman

ic_fluent_incognito_24_regular Created with Sketch.

Gaya Hidup

Sosial Media

Penggusuran PKL di Stadion Bangkalan Berujung Tumpukan Sampah, Warga Pertanyakan Efektivitas Penataan

Bangkalan – Kebijakan penggusuran Pedagang Kaki Lima (PKL) di sekitar Stadion Gelora Bangkalan (SGB) yang digadang-gadang sebagai upaya penataan ruang kota dan peningkatan estetika lingkungan justru menimbulkan masalah baru. Pasca-penggusuran, area yang dulunya ramai oleh aktivitas ekonomi rakyat kecil kini berubah menjadi lautan sampah yang tidak terurus.

Kondisi ini memicu keprihatinan dari berbagai kalangan, terutama warga sekitar yang merasa kebijakan tersebut justru memperburuk keadaan, bukan menyelesaikan persoalan. Di satu sisi, para PKL kehilangan mata pencaharian mereka. Di sisi lain, ruang kosong yang ditinggalkan malah menjadi tempat pembuangan liar yang mencemari lingkungan.

Area Kosong Jadi TPS Dadakan

Berdasarkan pantauan di lapangan, area sekitar stadion yang dulunya digunakan oleh puluhan PKL kini berubah fungsi menjadi tempat pembuangan sampah tidak resmi. Tumpukan plastik, sisa makanan, hingga limbah rumah tangga berserakan dan menimbulkan bau tak sedap.

“Awalnya kami mendukung penggusuran karena berharap ada taman atau ruang terbuka hijau. Tapi nyatanya, setelah PKL pergi, tempat ini jadi lebih kotor. Sampahnya sekarang makin banyak,” ujar Haris, warga Kelurahan Mlajah, Bangkalan, kepada media, Senin (26/5).

Menurut Haris, tumpukan sampah tersebut semakin menjadi karena tidak ada pengawasan dan pengelolaan dari pemerintah daerah. Warga yang sebelumnya juga membeli makanan dari PKL di lokasi tersebut kini kesulitan mendapatkan pilihan kuliner murah.

Nasib PKL Terlantar

Salah satu PKL yang biasa berjualan di kawasan tersebut, Siti Maesaroh (38), mengaku belum mendapatkan tempat relokasi yang layak. Sejak digusur sebulan lalu, ia mencoba berjualan di pinggiran jalan utama, namun sering diusir oleh petugas Satpol PP.

“Kami dibilang melanggar ketertiban, padahal kami hanya ingin bertahan hidup. Kalau memang digusur, ya tolong disiapkan tempat baru. Sekarang malah tempat jualan kami jadi tempat sampah,” ujarnya dengan nada sedih.

Menurut Siti, penggusuran dilakukan tanpa dialog yang cukup. Banyak PKL tidak dilibatkan dalam perencanaan penataan ulang kawasan stadion. Padahal, mereka sudah bertahun-tahun menggantungkan hidup di lokasi tersebut.

Minimnya Evaluasi dan Pengawasan

Pengamat kebijakan publik dari Universitas Trunojoyo Madura, Dr. Roni Wahyudi, menilai fenomena ini mencerminkan kelemahan perencanaan dan pengawasan pemerintah daerah dalam menata ruang kota. Menurutnya, kebijakan penggusuran semestinya diiringi dengan solusi yang komprehensif dan berbasis partisipasi.

“Kalau penggusuran hanya fokus pada penertiban tanpa menyediakan ruang baru yang layak bagi PKL, maka itu hanya memindahkan masalah. Sekarang terbukti: PKL kehilangan tempat, ruang yang kosong malah jadi tempat sampah,” kata Roni.

Ia juga menyayangkan tidak adanya penanganan serius terhadap penumpukan sampah di lokasi bekas PKL. Menurutnya, Pemkab Bangkalan seharusnya menyiapkan tim khusus untuk menjaga kebersihan area yang telah ditertibkan, sebagai bentuk tanggung jawab setelah mengambil tindakan represif.

Pemkab: Akan Dievaluasi

Menanggapi hal ini, Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Bangkalan, Saiful Anwar, mengakui adanya penumpukan sampah di kawasan Stadion Gelora Bangkalan. Ia menyatakan pihaknya telah menerima laporan masyarakat dan akan melakukan evaluasi terhadap kondisi tersebut.

“Kami sedang mengkoordinasikan dengan dinas terkait dan Satpol PP untuk memastikan kawasan ini tidak menjadi TPS liar. Selain itu, kami juga sedang memetakan lokasi relokasi untuk para PKL,” ujar Saiful.

Namun, ia tidak menyebutkan secara rinci kapan relokasi akan dilakukan dan bagaimana mekanisme pengelolaannya. Masyarakat berharap pernyataan ini tidak sekadar janji manis tanpa realisasi nyata.

Harapan Akan Solusi Menyeluruh

Warga dan para mantan PKL kini menanti langkah konkret dari pemerintah daerah. Mereka berharap ada penataan yang tidak hanya bersifat represif, namun juga solutif dan manusiawi.

Penggusuran tanpa solusi dinilai hanya akan menambah persoalan sosial dan memperburuk wajah kota.

“Sekarang bukan hanya ekonomi kami yang hancur, tapi lingkungan juga ikut rusak. Apa gunanya menertibkan kalau hasilnya justru lebih buruk?” kata Nurhadi, tokoh masyarakat setempat.

Fenomena penggusuran yang berakhir pada kekacauan ini menjadi refleksi penting bagi banyak kota di Indonesia. 

Penataan ruang memang perlu, namun harus dilakukan dengan prinsip keadilan sosial dan partisipasi warga. Tanpa itu, penataan hanyalah retorika, dan yang tersisa hanyalah tumpukan sampah—secara harfiah maupun simbolik.

Artikel Terkait :

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Postigan Populer

spot_img