Sumenep, sebuah kabupaten yang berada di ujung timur Pulau Madura, dikenal luas tidak hanya karena keindahan alamnya, tetapi juga karena kekayaan budayanya yang begitu memukau. Salah satu warisan budaya yang masih lestari hingga kini adalah keris, pusaka tradisional yang sarat dengan nilai filosofis dan spiritual.
Tak heran jika Sumenep dijuluki sebagai Kota Keris. Julukan ini bukan tanpa alasan, sebab daerah ini menjadi tempat bermukimnya ratusan empu pembuat keris, bahkan tercatat sebagai wilayah dengan jumlah empu terbanyak di Indonesia.
Sumenep, Kota Keris yang Diakui Dunia

Keberadaan para empu di Kabupaten Sumenep telah mendapat pengakuan dari UNESCO (United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization). Pada tanggal 9 November 2014, pemerintah daerah secara resmi menyatakan Sumenep sebagai Kota Keris. Penobatan ini ditandai dengan penandatanganan prasasti dan peresmian Tugu Keris yang kini berdiri megah di Desa Pandian, Kecamatan Kota Sumenep.
Deklarasi ini bukan sekadar simbol, melainkan bentuk nyata komitmen pelestarian budaya lokal, termasuk melahirkan generasi muda empu keris yang siap meneruskan tradisi turun-temurun.
Toni, Pemuda 23 Tahun yang Menjadi Empu Muda

Salah satu wajah muda pelestari budaya keris adalah Toni, seorang pemuda asal Desa Palongan, Kecamatan Bluto. Di usianya yang baru 23 tahun, Toni telah memantapkan diri menjadi pengrajin keris di Sumenep, mengikuti jejak leluhurnya yang telah lama berkecimpung dalam dunia perkerisan.
“Awalnya saya bekerja di perusahaan swasta setelah lulus kuliah, namun pada akhirnya saya memilih kembali ke desa dan melanjutkan tradisi keluarga menjadi empu,” ujar Toni dengan semangat.
Menurutnya, menjadi empu bukan hanya sekadar profesi, tapi juga bagian dari sumpah batin untuk menjaga warisan leluhur dan ibu pertiwi. Dedikasi seperti inilah yang membuat para pengrajin keris di Madura patut diapresiasi.
Mayoritas Warga Desa Palongan Jadi Perajin Keris
Toni menuturkan bahwa sebagian besar masyarakat di desanya juga menjalani profesi yang sama, yakni sebagai pembuat keris tradisional. Aktivitas menempa logam dan membentuk bilah keris sudah menjadi pemandangan sehari-hari di wilayah tersebut.
“Rata-rata warga di sini adalah pengrajin keris. Harga keris bisa bervariasi, tergantung pada tingkat kerumitan pembuatannya. Untuk keris sederhana, biasanya saya banderol mulai dari satu juta rupiah,” jelasnya.
Namun, Toni juga menekankan bahwa pekerjaan ini bukan semata untuk mencari penghasilan. Lebih dari itu, ia merasa terpanggil untuk menjaga identitas budaya Sumenep yang sudah diwariskan turun-temurun.
Tantangan di Tengah Pandemi: Produksi Menurun, Harga Turun
Seperti banyak sektor lainnya, para pengrajin keris di Madura juga mengalami dampak signifikan akibat pandemi COVID-19. Sebelum pandemi, Toni bisa menyelesaikan 5 hingga 7 bilah keris dalam sebulan. Namun saat krisis melanda, angka itu turun drastis menjadi hanya 2 atau 3 buah.
“Pandemi ini memang berat, ekonomi masyarakat menurun, permintaan keris pun berkurang. Kami bahkan harus menurunkan harga hingga 50 persen demi tetap bertahan,” ungkapnya.
Meskipun dihadapkan pada keterbatasan ekonomi, para empu tetap memilih melestarikan profesi ini karena kecintaan terhadap budaya. Pengorbanan tersebut menjadi bukti bahwa pengrajin pusaka tradisional di Sumenep bukan hanya penjaga warisan, tetapi juga pejuang budaya.
Warisan Budaya yang Perlu Didukung
Keris bukan hanya sekadar senjata atau benda antik. Di balik lekuk bilahnya yang khas, terdapat nilai-nilai sejarah, spiritualitas, dan filosofi hidup. Peran para empu seperti Toni sangat penting dalam menjaga kesinambungan budaya ini agar tidak punah ditelan arus modernisasi.
Pemerintah, komunitas budaya, dan masyarakat luas perlu bahu-membahu mendukung eksistensi pengrajin keris tradisional di Sumenep. Dukungan itu bisa berupa pelatihan, promosi digital, hingga fasilitasi pemasaran agar keris tetap diminati generasi sekarang.
Kisah Toni dan para empu muda di Sumenep menjadi cermin bahwa semangat pelestarian budaya masih menyala, meski harus bersaing dengan tantangan zaman. Mereka adalah penjaga warisan tak benda yang telah menjadi bagian dari identitas bangsa.
Sebagai salah satu ikon budaya Indonesia, keris Sumenep layak mendapat perhatian lebih. Semoga ke depan, profesi pengrajin keris di Sumenep tetap lestari dan semakin dikenal hingga ke penjuru dunia.
Mari dukung perajin keris lokal, karena mereka adalah penjaga nilai-nilai luhur bangsa.