Hari Jadi Kota Bangkalan bukanlah sekadar tanggal peringatan biasa. Ia merupakan momentum penting yang menyimpan sejarah panjang tentang kebesaran, perjuangan, dan perkembangan peradaban di Madura bagian barat. Dari kisah leluhur yang datang dari Majapahit, hingga lahirnya tokoh penyebar Islam dan berkembangnya Arosbaya sebagai pusat kemajuan, semua menjadi bagian tak terpisahkan dalam menetapkan tanggal bersejarah ini.
Mari kita menelusuri jejak masa lalu untuk memahami secara lebih dalam bagaimana asal-usul Bangkalan terbentuk hingga akhirnya diperingati sebagai kota yang memiliki sejarah kuat dan nilai religius yang tinggi.
Kedatangan Keturunan Majapahit ke Tanah Madura
Perjalanan sejarah Kota Bangkalan dimulai sejak abad ke-15, ketika dua tokoh bangsawan dari kerajaan Majapahit, yakni Lembu Petteng dan Menak Senoyo, menginjakkan kaki di pulau Madura. Mereka adalah keturunan langsung dari Prabu Brawijaya, raja besar Majapahit yang mewariskan garis keturunan kepada anak cucunya. Salah satu keturunan mereka, Ki Demung, kemudian melanjutkan pengembaraannya ke wilayah barat pulau Madura.
Ki Demung akhirnya menetap di sebuah desa bernama Plakaran, yang sekarang masuk wilayah Kecamatan Arosbaya. Di sana, ia menikah dengan Nyi Sumekar, dan hidup rukun serta menjadi tokoh yang sangat dihormati oleh masyarakat setempat. Berkat kepandaiannya dan sikap sosial yang ramah, masyarakat mengangkatnya sebagai pemimpin dengan gelar Ki Demung Plakaran.
Lahirnya Ki Pragolbo: Awal Mula Penyebaran Islam
Dari pernikahan Ki Demung dan Nyi Sumekar, lahirlah lima orang anak, dan salah satu di antaranya dikenal dengan nama Ki Pragolbo. Dalam sejarah masyarakat setempat, Ki Pragolbo juga dikenal dengan julukan Pangeran Islam Onggu’. Julukan ini muncul karena saat menjelang wafatnya pada tahun 1531, ia dituntun oleh putranya untuk mengucapkan dua kalimat syahadat sebagai tanda masuk Islam. Meski tidak bersuara, ia menganggukkan kepala sebagai bentuk kesepakatan hati, sehingga masyarakat menganggapnya telah menerima Islam.
Ki Pragolbo dimakamkan di kompleks Makam Agung Arosbaya, yang hingga kini menjadi salah satu situs sejarah dan ziarah penting di wilayah tersebut. Peristiwa ini menandai peralihan penting dalam sejarah Bangkalan, di mana Islam mulai masuk dan menyebar secara luas di kalangan masyarakat Madura barat.
Ki Pratanu dan Munculnya Panembahan Lemah Duwur
Sebelum wafat, Ki Pragolbo telah mewasiatkan agar putranya yang bernama Ki Pratanu menjadi penerus kepemimpinan. Wasiat itu direalisasikan pada tahun 1531, ketika Ki Pratanu diangkat sebagai pemimpin baru dan diberi gelar Panembahan Lemah Duwur. Di masa pemerintahannya, pusat pemerintahan yang sebelumnya berada di Plakaran dipindahkan ke wilayah Arosbaya, tepatnya di atas dataran tinggi yang kemudian dikenal dengan nama Lemah Duwur.
Panembahan Lemah Duwur menjadi tokoh penting dalam sejarah Hari Jadi Kabupaten Bangkalan. Di bawah kepemimpinannya, penyebaran Islam di Madura barat berkembang pesat. Hubungan dengan pusat-pusat keislaman di Jawa Timur seperti Gresik, Tuban, dan Ampel terjalin erat. Selain itu, Arosbaya menjadi pelabuhan yang ramai dikunjungi para pedagang muslim dari berbagai daerah.
Perkawinan Politik dan Ekspansi Hubungan
Panembahan Ki Lemah Duwur tidak hanya sukses dalam mengembangkan agama dan perdagangan, tetapi juga dalam menjalin hubungan politik. Ia memperluas jaringan kekuasaan hingga ke Kerajaan Pajang di Jawa Tengah. Sebagai bukti kuat hubungan tersebut, beliau menikah dengan salah satu putri dari Kerajaan Pajang.
Langkah pernikahan politik ini menjadikan Ki Pratanu sebagai tokoh strategis yang dihormati di kalangan para raja di Jawa Timur. Di masanya pula, masjid pertama di Arosbaya didirikan, menandai kemajuan spiritual dan sosial di kawasan itu. Umat Islam tumbuh dengan cepat, dan wilayah Madura barat mencapai masa kejayaannya.
Momentum Tahun 1531: Tonggak Sejarah Hari Jadi Kota Bangkalan
Tahun 1531 menjadi momen penting dan istimewa yang dijadikan dasar dalam penetapan Hari Lahir Kota Bangkalan. Peristiwa-peristiwa besar seperti wafatnya Ki Pragolbo, pengangkatan Ki Pratanu, hingga pemindahan pusat pemerintahan ke Arosbaya semuanya terjadi pada tahun ini.
Setelah melalui berbagai kajian ilmiah dan sejarah oleh pakar-pakar budaya serta ahli purbakala, maka disepakati bahwa tahun 1531 M yang bertepatan dengan tahun 938 Hijriyah dijadikan sebagai tahun kelahiran Bangkalan.
Penetapan Resmi oleh Pemerintah Daerah
Penetapan Hari Jadi Kabupaten Bangkalan tidak dilakukan sembarangan. Pemerintah Kabupaten Bangkalan bersama DPRD, sejarawan, dan ahli warisan budaya dari Provinsi Jawa Timur melakukan musyawarah panjang. Akhirnya, pada tanggal 12 Maret 1991, ditetapkan bahwa Ki Pratanu atau Panembahan Lemah Duwur adalah tokoh awal yang menandai berdirinya pemerintahan Bangkalan.
Berdasarkan buku konversi tanggal Hijriyah dan Masehi yang disusun oleh Perdinand Wüstenfeld, tanggal 12 Rabiul Awal 938 H bertepatan dengan 24 Oktober 1531 M. Maka, sejak itu, tanggal 24 Oktober ditetapkan sebagai Hari Jadi Kota Bangkalan.
Penetapan ini diresmikan melalui Surat Keputusan DPRD Kabupaten Bangkalan Nomor 6 tanggal 29 April 1992 dan diperkuat oleh Surat Keputusan Bupati Bangkalan Nomor 145 tanggal 3 September 1992.
Nilai Religius dan Historis dalam Peringatan Hari Jadi Bangkalan
Peringatan Hari Jadi Kota Bangkalan bukan sekadar mengenang sejarah, tapi juga sebagai bentuk penghargaan terhadap nilai-nilai religius dan budaya yang telah diwariskan para leluhur. Penobatan Ki Pratanu sebagai panembahan, penyebaran Islam, pembangunan masjid pertama, dan hubungan erat dengan kerajaan Islam di Jawa menjadi bukti nyata kontribusi Bangkalan dalam membentuk peradaban Nusantara.
Tidak heran jika setiap peringatan tanggal 24 Oktober disambut dengan berbagai kegiatan budaya, keagamaan, dan sosial yang meriah. Peringatan ini menjadi refleksi akan pentingnya mempertahankan warisan sejarah sambil terus mendorong kemajuan di era modern.
Kesimpulan
Hari Jadi Kota Bangkalan adalah momen penting yang merekam jejak panjang sejarah Madura barat. Dari kedatangan bangsawan Majapahit, lahirnya tokoh besar seperti Ki Demung dan Ki Pratanu, hingga Islamisasi dan kemajuan peradaban, semuanya berpuncak pada tahun 1531 yang kini dijadikan dasar penetapan hari lahir Bangkalan.
Peringatan tanggal 24 Oktober setiap tahunnya tidak hanya mengingatkan kita pada masa lalu, tetapi juga menjadi semangat untuk membangun Bangkalan yang lebih religius, maju, dan berbudaya. Semoga generasi kini terus menjaga dan menghargai nilai-nilai luhur yang telah diwariskan oleh para pendahulu.
Jika Anda ingin mengetahui lebih dalam tentang asal-usul Kota Bangkalan, sejarah pemerintahan Madura barat, atau situs-situs sejarah seperti Makam Arosbaya, maka peringatan Hari Jadi ini adalah momen terbaik untuk menggali dan mengenal lebih jauh akar budaya kita. Selamat Hari Jadi Kota Bangkalan!