Oleh: Zainal Arifin Paliwang, Calon Gubernur Kalimantan Utara 2020-2024
Salah satu program pemerintah Republik Indonesia yang menjadi prioritas Presiden Joko Widodo adalah memperbaiki pos-pos perbatasan negara Indonesia dengan negara tetangga. Provinsi Kalimantan Utara (Kaltara) menjadi salah satu dari sekian wilayah Indonesia yang memiliki titik perbatasan dengan negara tetangga, dalam hal ini adalah Malaysia dan Filipina.
Panjang garis perbatasan Indonesia-Malaysia di Pulau Kalimantan sekitar 2.004 km atau 970 mil. Berdasar Undang-Undang (UU) Nomor 43 tahun 2008 tentang Wilayah Negara, ditetapkan tiga provinsi di Kalimantan yang berbatasan langsung dengan wilayah Malaysia (Serawak dan Sabah), yakni Kalimantan Barat (Kalbar), Kalimantan Timur (Kaltim) dan Kalimantan Utara (Kaltara). Dari ketiga wilayah itu terdapat delapan kabupaten (Sambas, Sanggau, Bengkayang, Sintang, Kapuas Hulu, Kutai Barat, Malinau dan Nunukan) dengan 23 kecamatan yang berbatasan langsung dengan Malaysia.
Sebagai beranda negara yang berbatasan langsung dengan Malaysia, Kaltara harus siap berbenah menjadi ’etalase’ yang merepresentasikan negara Indonesia secara keseluruhan. Mulai dari sumber daya manusia (SDM), perekonomian, infrastruktur, dan sebagainya. Negara tetangga akan melihat Kaltara sebagai Indonesia kecil.
Saya merasa bangga dan gembira menjadi warga Kaltara yang berada di garis terdepan perbatasan republik ini. Kepedulian pemerintah pusat dalam memperbaiki secara menyeluruh wilayah perbatasan harus didukung oleh segenap lapisan masyarakat, terutama masyarakat yang berada di titik-titik perbatasan tersebut.
Apa saja yang perlu dipersiapkan? Beberapa waktu lalu Presiden Joko Widodo berkunjung ke Kaltara untuk meninjau progres perbaikan jalan di sepanjang perbatasan Indonesia-Malaysia. Pemerintah pusat menjanjikan perubahan total wajah perbatasan Indonesia. Selain perbaikan ruas jalan, Pos Lintas Batas (PLB) sebagai salah satu gerbang negara yang selama ini dijaga anggota TNI juga menjadi prioritas perbaikan.
Pengembangan SDM di garda terdepan negara ini sangat diperlukan untuk mendukung program-program yang telah dilakukan oleh pemerintah. Salah satunya dengan memberikan edukasi atau pendidikan tentang seluruh potensi di wilayah perbatasan. Mendirikan perguruan tinggi berbasis pengetahuan tentang keilmuan kawasan perbatasan.
Akan sangat membanggakan bagi warga Kaltara jika di wilayah ini berdiri perguruan tinggi perbatasan. Kaltara Border University, mungkin ini menjadi satu-satunya perguruan tinggi di dunia yang fokus menggarap dan mendidik mahasiswanya tentang semua potensi yang terdapat di kawasan perbatasan.
Pemuda-pemudi Kaltara yang memiliki keinginan dan motivasi belajar disiapkan menjadi mahasiswa perguruan tinggi perbatasan ini. Perwujudan perguruan tinggi perbatasan ini sejalan dengan Nawacita yang digagas Presiden Joko Widodo, yakni menjadikan kawasan perbatasan sebagai beranda depan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Saat ini di Kaltara hanya terdapat beberapa perguruan tinggi yang berstatus negeri dan swasta. Sebagai contoh Universitas Borneo Tarakan dan Politeknik Malinau dengan program studi tertentu. Sebagai wilayah yang berbatasan langsung dengan negara tetangga, Kaltara belum memiliki perguruan tinggi yang mengajarkan tentang potensi perbatasan negara.
Saya membayangkan, di semua wilayah perbatasan Indonesia dengan negara tetangga berdiri perguruan tinggi berbasis perbatasan, terutama di Kaltara. Kantor Imigrasi dilayani oleh putera-puteri terbaik daerah setempat, dibantu oleh aparat militer yang bertugas di pos-pos penjagaan perbatasan.
Beberapa hal harus diperhatikan di wilayah berbatasan yang merupakan halaman depan bangsa Indonesia, salah satunya mengenai pengembangan berbagai bidang yang selama ini masih menjadi barang mahal di sana. Masyarakat di wilayah perbatasan tinggal dalam wilayah NKRI, tetapi mereka serasa tinggal di negara asing.
Sebagian masyarakat menggunakan mata uang negara tetangga, menggunakan produk-produk negera tetangga, bahkan saluran televisi dan internet juga menggunakan milik negara tetangga. Kondisi ini sangat membahayakan karena berpotensi dimanfaatkan oleh negara tetangga untuk mengambil keuntungan.
Persoalan di perbatasan ini bukan sebatas konflik biasa. Bahkan sudah sampai pada konflik sosial, budaya, ekonomi dan politik yang menyangkut konflik identitas dan konflik ideologi sebagai NKRI. Potensi yang dimiliki Indonesia sangat beragam. Pemandangan alam yang sangat indah, hutan, sungai, laut, tambang, dan lainnya belum termanfaatkan dengan baik. Kemudian potensi budaya berupa bahasa (dialeg) yang beragam, alat musik, tari-tarian, adat-istiadat dan sebagainya. Termasuk di dalamnya potensi ekonomi sebagai penopang kesejahteraan bangsa.
Pemerintah sebagai pemegang otoritas kekuasaan dan kewenangan harus memberikan pendidikan mengenai arti pentingnya Indonesia sebagai negara kesatuan yang mampu menumbuhkan rasa nasionalisme yang kuat untuk masyarakat perbatasan. Memberi apa yang mereka butuhkan, perhatian yang benar-benar khusus pada sektor sarana prasarana yang tepat guna bagi masyarakat daerah perbatasan berupa sarana air bersih, komunikasi, sarana transportasi yang mudah dijangkau, kebutuhan listrik sebagai pendukung gerak hidup ekonomi masyarakat perbatasan.
Pendidikan merupakan kunci membangun kesejahteraan masyarakat perbatasan. Selama ini mereka hidup dalam garis kemiskinan dan pendidikan yang rendah merupakan dua hal yang berkaitan. Serta memberikan penghargaan yang besar kepada para pendidik yang rela mengabdi pada daerah perbatasan, mengingat minimnya tenaga pendidik yang terjun langsung di dalamnya.
Materi pendidikan yang wajib diberikan kepada mahasiswa perguruan tinggi perbatasan antara lain: aspek budaya, aspek sosial, aspek ekonomi, serta aspek politik dan hukum. Potensi wilayah perbatasan Indonesia-Malaysia (khususnya) selalu menjadi alasan konflik dengan negeri jiran tersebut. Menjadi tugas kita bersama untuk mengawal kedaulatan Republik Indonesia, terutama bagi kami yang berada di wilayah perbatasan. (*)
Semua isi yang ada dalam artikel ini sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.