Pojoksuramadu.com – Saat ini Kementerian Agama tengah membuat rumusan peta jalan pengembangan pendidikan pesantren. Hal ini dibahas bersama di Focus Group Discussion (FGD) dengan tajuk Tata Kelembagaan Pendidikan Diniyah dan Ma’had Aly yang digelar Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren (PD Pontren) Kemenag. Waryono Abdul Ghofur selaku Plt. Direktur PD Pontren menyampaikan penyusunan peta jalan itu dalam rangka perencanaan masa depan yang baik dan sistematis. (Kemenag.go.id, 2/5/2024).
Waryono yang juga merupakan Guru Besar UIN Sunan Kalijaga ini, menyampaikan pula, bahwa pesantren merupakan entitas adaptif. Siap menghadapi dinamika perubahan yang terus terjadi. Peta Jalan Pengembangan Pendidikan Pesantren diikhtiarkan untuk adaptabilitas pesantren dalam menghadapi dinamika nasional terutama dalam konteks program-program prioritas Kementerian Agama. Di samping itu, diperlukan pula langkah-langkah politik strategis. Termasuk dalam negosiasi anggaran guna mendukung visi dan misi pesantren.
Dalam FGD ini dihadiri oleh banyak organisasi, seperti Asosiasi Pesantren NU (RMI), Muhammadiyah (LPPM), hingga Asosiasi Pendidikan Diniyah Formal (ASPENDIF) dan Forum Komunikasi Pendidikan Muadalah (FKPM) Salafiyah dan Mualimin, serta perwakilan dari majelis Masyayikh, AMALI (Asosiasi Ma’had Aly) dan Dewan Masyayikh, AMALI (Asosiasi Ma’had Aly) dan Dewan Masyayikh dari beberapa pesantren.
Fasilitator pendamping kegiatan Alissa Wahid, yang juga narasumber utama menyampaikan, bahwa dengan adanya Undang-Undang Pesantren maka pemerintah bertanggung jawab memfasilitasi dan melayani pesantren sebagai bagian integral dari kehidupan bangsa. Akhirnya, draft yang telah disusun di dalam forum diharapkan dapat segera diusulkan menjadi regulasi dalam bentuk Keputusan Menteri Agama (KMA).
Peta Jalan Pengembangan Pendidikan Pesantren telah berjalan sejak tiga tahun terakhir. Seiring dengan proyek Peta Jalan Moderasi Beragama serta Peta Jalan Kemandirian Pesantren. Peta Jalan Pengembangan Pendidikan Pesantren lebih difokuskan pada upaya penguatan pemahaman dan tafaqquhfiddin. Namun, semuanya mempunyai kesamaan di dalamnya yaitu semangat moderasi beragama.
Hal ini terindikasi dari para pengusungnya yang notabene adalah tokoh-tokoh yang dikenal moderat. Maka dapat dipastikan ke mana arah peta perjalanan ini disusun. Pemahaman tafaquh fiddin yang dimaksud adalah pemahaman Islam moderat. Indikasi lain adalah diadakannya kegiatan pembinaan Moderasi beragama dan Wawasan kebangsaan bagi ustadz dan ustadzah pondok pesantren tanggal 4-6 Maret 2024 di Jakarta. (Kemenag go.id, 5/4/2024).
Pada kesempatan tersebut Waryono menegaskan dengan Pembinaan Moderasi Beragama dan Wawasan Kebangsaan diharapkan para ustadz dan ustadzah Pondok Pesantren menjadi agen perubahan dalam mempromosikan moderasi beragama dan menjaga kerukunan serta kedamaian di lingkungan sekitarnya.
Bahkan sebelumnya pemerintah telah mengeluarkan Perpres 58/2023, tentang Penguatan Moderasi Beragama. Dengan demikian, pengarusan moderasi beragama akan semakin massif terjadi di pesantren. Bertujuan untuk melahirkan santri-santri dan ulama-ulama moderat yang akan semakin mengukuhkan keberadaan sistem sekularisme, demokrasi kapitalisme.
Gagasan peta jalan pengembangan pendidikan pesantren ini perlu kiranya kita cermati. Sebab sejatinya moderasi beragama adalah gagasan beragama ala Barat. Jika hal ini dipaksakan untuk dilaksanakan oleh kaum muslimin, maka akan membuat umat lemah dan jauh dari pemahaman Islam yang benar.
Definisi moderasi beragama adalah cara pandang dalam beragama secara moderat, yaitu memahami serta mengamalkan ajaran agama dengan tidak ekstrim. Baik ekstrem kanan ataupun ekstrem kiri. Sikap moderat memiliki empat indikator, yaitu memiliki komitmen kebangsaan, toleransi, anti kekerasan, serta penerimaan terhadap tradisi (termasuk yang tidak bersesuaian dengan cara pandang Islam).
Tidak sepantasnya lembaga pendidikan dan sarana dakwah Islam seperti pesantren, melaksanakan agenda peta jalan moderat. Hal yang justru menjadi agenda barat dalam rangka menjauhkan santri serta ulama dari Islam. Akan tetapi pesantren harusnya kembali pada visi awal dimunculkannya. Yakni pendidikan untuk mencetak santri dan ulama faqih fiddin.
Faqih fiddin yang dimaksud bukanlah yang moderat, melainkan faqih fiddin Islam kaffah. Bukan pemahaman yang berasal dari interpretasi dan sudut pandang Barat. Tetapi pemahaman yang bersumber dari Al-Qur’an, As-Sunnah, ijma’ sahabat, dan qiyas syar’i.
Peta jalan pengembangan pesantren yang seharusnya, adalah pengembangan pendidikan Islam kaffah. Hal ini akan melahirkan santri dan ulama pewaris Nabi saw. dekat dengan Al-Qur’an dan Sunnah. Mereka menjadi penjaga Islam yang terpercaya. Senantiasa menjadi yang utama dan pertama dalam melawan kezaliman (amar ma’ruf nahi mungkar).
Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an Surat Fatir ayat 28 yang artinya: “Sesungguhnya di antara hamba-hamba Allah yang takut kepada-Nya hanyalah para ulama, sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.”
Dalam Islam pendidikan memiliki tujuan mencetak kepribadian peserta peserta didik. Baik itu pendidikan di pesantren ataupun di luar pesantren. Tidak terpisah dunia pendidikan berdasarkan orientasinya. Kepribadian Islam tersebut terbentuk oleh pola pikir dan pola sikap yang Islami. Oleh karenanya peta jalan pengembangan pendidikan pesantren haruslah berorientasi pada terwujudnya kepribadian Islam ini.
Konon lagi di era sekulerisme kapitalis saat ini, pesantren menjadi ujung tombak dan harapan, untuk mampu mengarahkan generasi penerus bangsa. Utamanya bagi yang mengenyam pendidikan di dalamnya. Mereka sangat diharapkan menjadi sosok yang memiliki kepribadian Islami. Menjadi mercusuar bagi umat dengan pemahaman agamanya. Ibarat lentera dalam kegelapan, menyinari umat dari kejahiliyaan terhadap hukum Islam.
Amar ma’ruf nahi mungkar adalah kebiasaan dan budaya mereka. Berjuang untuk penerapan Islam kaffah dan memahamkan umat tentang bahayanya menjauhkan ajaran Islam dari kehidupan. Merekalah sejatinya santri dan ulama pioner serta agen perubahan hakiki. Semua hanya akan lahir dari peta jalan pengembangan pendidikan pesantren yang berasaskan pada Islam bukan yang lain. Walllahu’alam bisshawab.