kerja Sama

Kirim Tulisan

Home

ic_fluent_news_28_regular Created with Sketch.

Berita

ic_fluent_phone_desktop_28_regular Created with Sketch.

Teknologi

Wisata

Pendidikan

Bisnis

Keislaman

ic_fluent_incognito_24_regular Created with Sketch.

Gaya Hidup

Sosial Media

Gender Trap, Belenggu Bagi Peran Eksternal Perempuan ?

Gubernur Jawab Timur, Khofifah Indar Parawangsa mengatakan, ” Judul dari buku ini sebenarnya tidak hanya refleksi untuk gender trap di sektor keamanan, tapi juga bidang lainnya. Perempuan sebenarnya memiliki kapasitas yang tinggi untuk memegang posisi-posisi penting, tapi seringkali terbentur oleh tantangan internal seperti perannya sebagai ibu, juga tantangan eksternal,”. Pendapat itu ia sampaikan saat peluncuran buku Women in Law Enforcement: Mendobrak Gender Trap Polisi Wanita karya Inspektur Jenderal Polisi (Purnawirawan) Juansih di UNAIR, Surabaya, Kamis, 11 September 2025 (Republika.co.id, 12-9-2025).

Khofifah kemudian memberikan contoh di sektor keamanan, kehadiran polisi wanita (Polwan) sebenarnya sangat bisa diberdayakan untuk menjawab permasalahan kapasitas dan tantangan kepercayaan publik. Ini pula yang menjadi alasan memperkuat pengarusutamaan gender di semua sektor tanpa terkecuali.

Data Kepolisian RI tahun 2023 menunjukkan jumlah polisi wanita di Indonesia masih relatif kecil, yakni sekitar 8 persen. Pada level pimpinan malah porsinya jauh lebih kecil. Menurut Khofifah, ini menjadi tugas bersama untuk mewujudkan kesetaraan gender secara lebih kualitatif. Perempuan-perempuan kita memang harus semakin dicerdaskan dan semakin diberdayakan. Tapi lebih dari itu, kita harus mulai memprioritaskan sistem meritokrasi di segala lini. Sehingga laki laki maupun perempuan memiliki peluang yang sama.

Khofifah mengapresiasi atas kinerja para perempuan di berbagai bidang, khususnya yang sedang berjuang meningkatkan kualitas dan kapasitas untuk mewujudkan kesetaraan gender di institusi-institusi yang masih kental dengan kultur maskulin.

Turut hadir dalam acara tersebut Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Arifatul Choiri Fauziyah Dan menyampaikan pentingnya peran Polwan, khususnya dalam menangani kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak.

Kehadiran dan perspektif perempuan dalam institusi kepolisian yang perlu dipahami bukan sekadar pelengkap, tetapi kebutuhan nyata untuk menciptakan sistem hukum yang lebih adil, lebih manusiawi, dan lebih memihak korban.

Kementerian PPPA RI secara tegas mengatakan bahwa upaya pengarusutamaan gender bukan hanya milik satu institusi. Melalui agenda nasional, sangat perlu memastikan bahwa perempuan, termasuk polisi wanita, mendapatkan akses, partisipasi, kontrol, dan manfaat yang sama dengan laki-laki dalam setiap bidang.

Beratnya Beban Perempuan dalam Sistem Kapitalisme

Berbagai dorongan terhadap potensi perempuan dari para pemangku jabatan seolah membenarkan bahwa posisi perempuan hari ini tak aman, tak sejahtera, tak setara dan lainnya. Sehingga perempuan secara langsung dan tidak langsung diminta terlibat dalam perjuangan mewujudkan kesetaraan gender. Bahkan menjamin terwujudnya keamanan bagi perempuan itu sendiri.

Dimana jika sudah setara dengan pria, tak ada maskulinitas maka perempuan akan berubah nasibnya menjadi lebih baik. Pertanyaannya, siapa yang bisa menjamin cita-cita ini menjadi nyata? Dan negara mana yang sudah bisa menjadi representatif kesetaraan ini berjalan sukses?

Jika kita lihat, semakin maju negara, Maka perempuan semakin sengsara. Mereka wajib bekerja menafkahi dirinya dan keluarganya, rasa aman telah tercabut karena kriminalitas terhadap perempuan juga semakin marak. Bahkan banyak perempuan Eropa yang menyatakan iri dengan kehidupan wanita muslimah yang mendapatkan perlakuan istimewa meski mereka tetap berada di rumah. Salah satunya mereka tidak wajib bekerja mencari nafkah.

Para perempuan “modern” semakin menghindari pernikahan, dengan alasan tak mau dieksploitasi, tak mau menanggung beban ekonomi, pemeliharaan anak dan kewajiban melayani suami. Akhirnya muncul keputusan teman tapi mesra, living together, freechild, hingga hubungan sejenis atau dengan alat imaginasi.

Tampak sekali ada kesalahan membaca akar persoalan. Hilangnya keamanan, kekerasan terhadap anak dan perempuan itu adalah dampak, dan kehadiran perempuan sebagai polwan atau ditingkat pimpinan yang lebih tinggi tidak berkorelasi langsung pada hilangnya ancaman dan kriminal itu.

Seberapa pun banyaknya perempuan menempati posisi sebagai keamanan, Seberapa besar perjuangan untuk menggapai kesetaraan, keadaan tidak akan berubah sepanjang tetap diterapkannya Sistem Kapitalisme.

Sistem Kapitalisme asasnya sekuler, atau meniadakan perang agama dalam mengatur kehidupan manusia. Sistem ini menjunjung tinggi kebebasan Individu, termasuk saat membuat undang-undang sebagai solusi bagi persoalannya. Namun, tetap saja, nilai perempuan bukan dilihat kapabilitasnya, melainkan jumlah kepala, sebagaimana yang hari ini direpresentasikan dalam keanggotaan dewan. Jumlah perempuan harus memenuhi kuota 30% Maka suara akan didengat. Nyatanya, kondisi perempuan kian menderita.

Banyak yang menjadi korban TPPO saat menjadi pekerja migran, menjadi tulang punggung ketika para suami atau ayah kena PHK, korban KDRT, korban perceraian, banyak yang tak bisa sekolah, korban pelecehan dan lain sebagainya. Artinya, perempuan tidak memiliki nilai lebih jika tidak menghasilkan materi, sehingga berbagai penderitaan yang menimpa nasib para perempuan hanya dianggap sebagai aspek kelemahan perempuan. Bukan karena korban sistem, sungguh kejam.

Islam Jamin Keamanan Perempuan Tanpa Eksploitasi

Pandangan Kapitalisme terhadap perempuan tak ubahnya barang, jika memiliki nilai maka harganya tinggi. Sangat berbeda dengan Islam. Tak perlu bersusah payah berjuang untuk kesetaraan gender, sebab secara fitrah manusia memang diciptakan berbeda karena mengemban tujuan penciptaan masing-masing. Sementara di hadapan Allah baik laki-laki atau perempuan memiliki kewajiban yang sama, yaitu menjadi hamba Allah.

Allah SWT.berfirman yang artinya, “Orang-orang Mukmin laki-laki dan perempuan, sebagian mereka menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka memerintahkan kemakrufan dan mencegah kemungkaran” (QS. At-Taubah 9 : 71). Ayat Allah di atas menjelaskan bahwa status pria dan wanita sama-sama sebagai bagian dari masyarakat, artinya sama-sama berkewajiban melakukan amar makruf nahi munkar sebagaimana perintah Allah. Bahkan peran politis perempuan dalam Islam sama dengan laki-laki kecuali dalam wilayah kekuasaan/pemerintahan yang mengatur urusan umat secara langsung, seperti menjadi penguasa atau kepala negara. Sebagaimana hadis Rasulullah saw. “Tidak akan pernah menang suatu kaum yang menyerahkan urusan (kekuasaannya) kepada perempuan“. (HR. Bukhari).

Dalam Islam, polisi atau syurthah bertugas menjaga keamanan di dalam negeri, di bawah Departemen Keamanan yang dipimpin Amirul Jihad. Departemen ini mempunyai cabang di setiap wilayah atau daerah yang dipimpin oleh kepala polisi (syahibus-syurthah) di wilayah atau daerah tersebut.

Polisi atau syurthah dalam negara Khilafah ada dua, yaitu polisi militer dan polisi yang berada di bawah otoritas Khalifah atau kepala daerah. Pria dan wanita baligh boleh menjadi polisi dengan syarat mereka adalah warga negara Khilafah. Mereka adalah orang yang bertakwa dan penjaga berjalannya penerapan syariat Islam bersama-sama rakyat, sehingga pasti rakyat mempercayainya.

Tugas utama polisi adalah menjaga keamanan di dalam negeri. Selain itu, para polisi ditugasi untuk menjaga sistem Islam dan terlaksanana hukum syara’ di dalam negeri. Syurthah juga membina, membimbing, serta mengevaluasi kualitas keamanan dalam negeri dan melaksanakan seluruh aspek teknis dalam eksekusi. Dan jelas hanya dengan syariat Islam setiap tindak kejahatan bisa diselesaikan secara adil. Termasuk jaminan rasa aman bagi perempuan.

Islam memuliakan perempuan tak hanya sebagai ibu yang melahirkan generasi tapi juga penjaga lestarinya manusia, pendidikan utama generasi. Jika peran ini dikoyak dengan mantra murahan kesetaraan gender jelas akan muncul banyak bencana. Sebagaimana yang kita lihat sendiri. Kekerasan terhadap anak dan perempuan tak muncul begitu saja, namun memang karena sistem hari ini tak bisa memberikan jaminan keamanan dan kesejahteraan.

Maka, solusi yang tepat bukan terus mendorong perempuan untuk berdaya guna ala kapitalis, namun harus ada upaya masif mencabut sistim aturan hasil akal manusia, dan kembali kepada aturan Allah Sang Pencipta dan Pengatur seluruh urusan mahkluk ciptaannya. Wallahualam bissawab.

Artikel Terkait :

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Postigan Populer

spot_img