Fenomena pindah agama karena alasan pernikahan seringkali menjadi perbincangan di tengah masyarakat. Baik seorang non-Muslim yang menjadi mualaf, maupun seorang Muslim yang keluar dari Islam demi menikahi pasangannya, sering menimbulkan pertanyaan serius mengenai hukum pindah agama karena menikah dalam pandangan Islam.
Pertanyaan ini juga pernah dijawab oleh pakar tafsir Al-Qur’an ternama, Ustaz Quraish Shihab, dalam sebuah diskusi bersama putrinya, Najeela Shihab, melalui kanal YouTube Hidup Bersama Al-Qur’an.
Pindah Agama: Antara Ketulusan dan Motif Duniawi
Menurut penjelasan Quraish Shihab, memeluk sebuah agama seharusnya didasari oleh ketulusan hati dan kesadaran penuh, bukan karena dorongan dari luar, termasuk pernikahan. Ia menegaskan bahwa agama adalah urusan yang sangat pribadi dan suci, sehingga keputusan untuk pindah keyakinan tidak boleh semata-mata demi menikahi seseorang.
“Kalau seseorang berpindah agama hanya karena ingin menikah, bukan karena keyakinan tulus terhadap ajaran agama tersebut, maka itu bukanlah pilihan yang sehat dari sisi spiritual,” ujar Quraish.
Perbedaan Situasi Sebelum dan Sesudah Menikah
Quraish juga menyampaikan bahwa ada perbedaan signifikan antara situasi sebelum menikah dan sesudah menikah. Jika seseorang memutuskan menjadi mualaf atau berpindah keyakinan sebelum menikah karena benar-benar merasa yakin akan agama yang dipeluk, maka itu dapat diterima.
Namun, jika perubahan agama terjadi semata-mata demi melangsungkan pernikahan, maka niat itu perlu ditinjau kembali. Hal ini berlaku tak hanya dalam Islam, tapi juga dalam agama lain.
Kesamaan Agama dalam Pernikahan
Dalam Islam, kesamaan keyakinan dianggap sebagai salah satu faktor penting yang dapat menentukan keharmonisan rumah tangga. Ustaz Quraish menyampaikan bahwa kesamaan akidah akan memperbesar kemungkinan terciptanya kerukunan dalam keluarga, karena nilai-nilai dasar yang dianut oleh pasangan suami istri menjadi sejalan.
Maka dari itu, jika seseorang berpindah agama hanya karena ingin menikah dengan pasangan beda keyakinan, tetapi tidak memahami atau mengimani ajaran agama barunya, maka bisa menimbulkan konflik spiritual maupun psikologis di masa depan.
Inti Ajaran: Kejujuran dalam Iman
Perpindahan agama—baik itu menjadi Muslim atau sebaliknya—seharusnya dilakukan atas dasar keimanan, bukan paksaan sosial, tekanan pasangan, atau keinginan semu semata. Dalam Islam, kejujuran dalam beriman menjadi inti dari segala amal dan perbuatan.
Kesimpulan
Hukum pindah agama karena menikah dalam Islam menekankan pentingnya niat dan ketulusan. Konversi agama yang dilakukan hanya demi bisa menikah tidak dianjurkan karena menyalahi makna sejati dari iman itu sendiri. Agama bukan sekadar formalitas dalam pernikahan, tetapi fondasi yang memengaruhi seluruh aspek kehidupan rumah tangga.
Jika kamu atau orang terdekat sedang mempertimbangkan pindah agama karena pasangan, pastikan keputusan itu muncul dari keyakinan hati yang dalam, bukan sekadar demi bisa bersatu di pelaminan.