POJOK SURAMADU

#Inspirasi For You

Home

ic_fluent_news_28_regular Created with Sketch.

Berita

Wisata

Bisnis

Pendidikan

Keislaman

ic_fluent_phone_desktop_28_regular Created with Sketch.

Teknologi

ic_fluent_incognito_24_regular Created with Sketch.

Gaya Hidup

Sosial Media

Jika Jadi Provinsi, Dana Bagi Hasil Sektor Migas untuk Madura Cukup Besar

POJOKSURAMADU.COM, Bangkalan – Wakil Ketua DPW Nasdem Jawa Timur, Mochamad Eksan menyebut keberadaan industri hulu migas belum sepenuhnya menyejahterakan masyarakat di tiap daerah.

Hal itu diutarakan Eksan saat menjadi narasumber dalam dialog interaktif tentang migas dalam acara Milad ke 3 Pojoksuramadu.com, di Hotel Ningrat Jl. K. H. Moh. Kholil XII No.113, Kemayoran, Kecamatan Bangkalan. Selasa sore (27/04).

Ia menyebut Dana Bagi Hasil (DBH) untuk minyak dan gas berbeda dalam prosentase. Untuk minyak bumi, pemerintah pusat mendapatkan 85% sedangkan 15% nya dibagi ke daerah penghasil.Eksan

Sementara untuk gas bumi, pemerintah pusat mendapatkan 70% sedangkan 30% nya dibagi ke daerah penghasil. Prosentase tersebut sama dengan prosentase bagi hasil yang diatur dalam Kontrak Bagi Hasil (Production Sharing Contract/PSC).

“Bagian yang diterima oleh pemerintah provinsi/kabupaten/kota tergantung dari definisi daerah penghasil. Jika daerah penghasil merupakan pemerintah pusat (> 12 mil), maka hasil dari lapangan migas tersebut 100% menjadi milik pemerintah pusat,” ujar Eksan.

Selain itu jika daerah penghasil termasuk wilayah provinsi ( 4-12 mil), maka dari 15% untuk daerah, 5% merupakan bagian pemerintah provinsi sedangkan 10% sisanya menjadi hak seluruh kabupaten/kota di provinsi tersebut (dibagi rata).

Dan Jika daerah penghasil termasuk wilayah kabupaten/kota (<4 mil), maka dari 15% share daerah, pemerintah provinsi mendapatkan 3%, kabupaten/kota penghasil mendapatkan 6% dan kabupaten/kota lainnya mendapatkan 6% (dibagi rata).

“Ini tentu sudah sesuai regulasi dan memang jika kemungkinan Madura menjadi Provinsi, maka DBH Migas yang 15 persen tadi untuk Kabupaten di Pulau Madura saja,” terang Eksan.

Eksan menambahkan, besarnya DBH untuk pusat disebabkan bisnis industri hulu migas membutuhkan biaya yang banyak dan risiko yang cukup besar. Sehingga pembagian 85 persen untuk pusat dinilai sudah cukup adil. Apalagi pendapatan dari sektor migas dari tahun 2019 hingga tahun 2020 mengalami penurunan.

“Tahun 2019 itu 109 triliun sedang tahun lalu hanya 72 triliun, itu artinya tinggal dibagi 85 persen ke pusat sisanya ke daerah baik provinsi maupun kota,” ujarnya.

Kepala SKK Migas Jabanusa, Nurwahidi, mendorong Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) berperan aktif dalam usaha Hulu Migas.

“Memang ada multiplayer efek tetapi akan lebih signifikan lagi ketika BUMDnya lebih aktif lagi, kita berdayakan ikut melakukan kegiatan temen temen K3S,” kata dia.

Ia juga berupaya menggerakkan vendor vendor lokal juga ikut serta dalam usaha Migas. Sebab dalam kontrak kerja SKK Migas dengan K3S, nilai kontrak satu juta dolar wajib dikerjakan oleh vendor lokal.

“Jika ada teman teman K3S yang belum mengajak vendor vendor lokal yang ada di wilayah tersebut merupakan catatan negatif bagi kami, kami akan menegor K3S tersebut untuk melakukan pembinaan kepada vendor lokal agar nilai kontrak dibawah 10 dolar itu bisa dikerjakan oleh vendor lokal,” tegasnya. (Hasibuddin)

Artikel Terkait :

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Postingan Populer