POJOK SURAMADU

#Inspirasi For You

Home

ic_fluent_news_28_regular Created with Sketch.

Berita

Wisata

Bisnis

Pendidikan

Keislaman

ic_fluent_phone_desktop_28_regular Created with Sketch.

Teknologi

ic_fluent_incognito_24_regular Created with Sketch.

Gaya Hidup

Sosial Media

Penguatan Ajaran Islam sebagai Kebutuhan Generasi Bangsa, Bukan Moderasi Islam

POJOKSURAMADU.COM – Kerusakan dan kebobrokan moral mengancam masa depan generasi kita. Belum usai penyidikan kasus pemerkosaan di Kecamatan Kokop, Bangkalan yang dilakukan oleh 8 orang dengan 2 pelaku di antaranya masih di bawah umur, di susul kemudian oleh kasus pemerkosaan di Modung dan dugaan pelecehan di Klampis.

Ditambah lagi berita-berita tentang penggerebekan pesta seks sekumpulan remaja di beberapa tempat selayaknya cukup menjadi dalil untuk menunjukkan kondisi darurat yang membutuhkan perhatian serius berbagai pihak saat ini.

Berita-berita tragis tindak asusila dan kriminalitas yang dilakukan remaja beberapa hari ini berselang-seling dengan berita-berita penguatan pengarusutamaan moderasi Islam yang sedang digalakkan oleh Kementrian Agama melalui revisi, pemaknaan ulang dan reposisi terhadap beberapa materi pelajaran Agama Islam yang dianggap radikal dan tidak relevan dengan zaman saat ini.

Penghapusan, revisi, pemaknaan ulang atau pun reposisi materi-materi yang dianggap radikal inilah yang dianggap tidak lazim oleh banyak pihak. Terdapat kekhawatiran dan dugaan kuat bahwa langkah ini bukanlah solusi yang tepat untuk menyelesaikan persoalan generasi saat ini, bahkan hal tersebut justru dipandang sebagai upaya penyesatan sistematis terhadap ajaran Islam.

Juga potensi untuk menghasilkan kurikulum pendidikan anti Islam, kurikulum yang sebelumnya menjadi rujukan untuk mendorong anak-anak untuk memperjuangkan tegaknya Islam akan diganti oleh kurikulum yang mendorong generasi ini untuk mengganti Islam dengan sistem buatan manusia.

Islam Wasathiyah sebagai Solusi?

Pasca diselenggarakannya KOnsultasi Tingkat Tinggi Ulama dan Tokoh Intelektual Muslim di Bogor pada Mei 2018 negeri ini memang semakin bersemangat mengutamakan wasathiyah (moderasi) Islam.

KTT ini memandang bahwa kemajuan Islam dan dunia bisa dicapai dengan moderasi Islam dan menghasilkan 4 poin yang dikenal sebagai Bogor Massage yaitu : (1) mengaktifkan kembali paradigma wasathiyah Islam sebagai paradigma Islam, (2) menjunjung tinggi nilai paradigma Islam sebagai budaya hidup individu dan kolektif, (3) memperkuat tekat untuk membuktikan kepada dunia bahwa Umat Islam sedang mengamati pandangan wasathiyah Islam dan (4) mendorong Negara-negara muslim dan komunitas untuk mempromosikan Islam Wasathiyah. Jadi moderasi Islam sebenarnya telah sedang dijalankan di negeri ini. Beberapa programnya antara lain pembangunan Rumah Moderasi di Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri dan penguatan bimbingan perkawinan.

Dalam hal ini Menag menitikberatkan pada persoalan kesehatan dan moderasi beragama. Ia berharap kepala keluarga nantinya akan bisa mengajak anggota keluarganya untuk bersikap moderat. Selain itu moderasi Islam juga dilaksanakan dengan melakukan pelatihan bagi guru dan dosen, penyusunan modul pengarusutamaan Islam wasathiyah serta madrasah ramah anak yang digencarkan oleh Kemenag dalam program penguatan moderasi beragama.

Pandangan Islam

“Allah tidak melarang kalian untuk berbuat baik dan berlaku adil-lah terhadap orang-orang yang tidak memerangi kalian dalam urusan agama dan tidak pula mengusir kalian dari negeri-negeri kalian. Sesungguhnya Allah menyukai kaum yang berbuat adil.”
(TQS. Al-Mumtahanah : 8)

Sesungguhnya keadilan, kerukunan dan toleransi juga senantiasa diajarkan dalam khazanah keilmuan Islam. Tidak adil jika menuduh jihad dan khilafah misalnya sebagai pemicu radikalisme sehingga harus diubah maknanya atau diletakkan sebagai bagian dari sejarah (masa lalu) Islam. Pendidikan Islam dipojokkan dengan dianggap sebagai pintu lahirnya intoleransi dan radikalisme. Sementara di sisi lain, pendidikan yang ada saat ini membiarkan generasi muda kita berpikir liberal dan sangat individualis.

Hal ini menjauhkan generasi bangsa ini dengan nilai-nilai Islam yang seharusnya melekat pada diri mereka sebagai seorang muslim. Tidak mengherankan, generasi yang dihasilkan sebagai output adalah generasi yang amoral, egois, materialistik, generasi yang pemahamannya penuh dengan karakter universal yang tidak dilandasi norma agama.

Dan keutamaan orang-orang yang berilmu atas orang yang beriman adalah laksana keutamaan bulan atas seluruh benda langit. Sungguh para Ulama adalah penerus para Nabi…

Pendidikan dalam pandangan Islam adalah kebutuhan dasar yang harus dijamin ketersediaannya di tengah-tengah masyarakat oleh Negara. Pendidikan Islam wajib berlandaskan pada aqidah Islam, mata pelajaran serta metodologi penyampaiannya seluruhnya haruslah disusun tanpa ada penyimpangan terhadap asas tersebut sedikit pun. Politik pendidikan adalah membentuk pola pikir dan pola jiwa Islami sehingga seluruh mata pelajaran disusun berdasarkan strategi tersebut.

Tujuan pendidikan adalah membentuk manusia yang berkepribadian Islam yang menguasai pemikiran-pemikiran Islam, menguasai IPTEK dan terampil dalam kehidupannya.

Dalam Islam, pendidikan juga bukanlah komoditas ataupun produksi. Tidak ada komersialisasi dalam pendidikan dengan memandangnya sebagaimana halnya industry yang harus membuahkan benefit atau profit. Hal ini harus sejalan nantinya dengan pandangan politik dalam dan luar negeri Negara yaitu untuk mensejahterakan umat manusia.

Sejarah Islam telah mencatat dan membuktikan kecemerlangan peradaban dan lahirnya ilmuwan-ilmuwan unggul seperti Ibnu Sina, Aljabbar, AlKhawarizmi, Labana dan lain-lain
Semua bukti keberhasilan Islam ini, adalah dalil kuat bahwa yang dibutuhkan generasi saat ini adalah penguatan kembali aqidah (ajaran-ajaran) Islam bukan justru penguatan atau pengarusutamaan moderasi Islam.

Adalah tindakan yang kurang tepat jika berusaha mengkompromikan Islam dengan hal lain yang malah tidak relevan, sehingga keputusan Menag untuk mengurangi, merevisi atau mereposisi materi ajaran Islam perlu untuk dikaji kembali. (*)

Oleh: Nurul Khuzaimah, Aktivis dan Pemerhati Sosial

Artikel Terkait :

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Postingan Populer