Sejarah Haji Pertama Kali – Guru besar hukum Islam di Mesir, Syekh Muhammad Afifi Al-Baijuri, atau dikenal dengan nama pena Syekh Muhammad Khudari Bek (1872-1927 M) dalam karyanya Tarikh Tasyri Al-Islami (Beirut, Darul Fikr: 1995 M/1415 H) menceritakan sejarah rangkaian penyelenggaraan ibadah haji.
Menurutnya, setiap umat beragama memiliki tempat tertentu yang disucikan oleh pemeluknya, yaitu sebuah tempat suci yang menjadi titik kumpul untuk beribadah dan mendekatkan diri Allah. (Khudari Bek, 1995 M/1415 H: 29).
“Bagi setiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (kurban) supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah direzekikan Allah kepada mereka,” (Surat Al-Hajj ayat 34)
“Bagi setiap umat telah Kami tetapkan syari’at tertentu yang mereka lakukan,” (Surat Al-Hajj ayat 67).
Bangsa Arab pun demikian, kata Khudari Bek. Bangsa Arab memiliki tempat suci sebagai tempat atau rumah ibadah, yaitu Baitul Haram yang dibangun oleh nenek moyang mereka, Ismail as dan ayahnya Ibrahim as.
“(Ingatlah), ketika Ibrahim meninggikan (membina) dasar-dasar Baitullah bersama Ismail (seraya berdoa), ‘Ya Tuhan kami terimalah daripada kami (amalan kami), sungguh Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. Ya Tuhan kami, jadikanlah kami orang yang berserah diri kepada-Mu, dan anak cucu kami (juga) umat yang berserah diri kepada-Mu dan tunjukkanlah kepada kami cara-cara melakukan ibadah (haji) kami, dan terimalah taubat kami. Sungguh, Engkaulah Yang Maha Penerima taubat, Maha Penyayang,’” (Surat Al-Baqarah ayat 127-128).
“Sungguh rumah (ibadah) pertama yang dibangun untuk manusia, ialah (Baitullah) yang di Bakkah (Makkah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi seluruh alam,” (Surat Ali Imran ayat 96).
“(Ingatlah), ketika Kami memberikan tempat kepada Ibrahim di tempat Baitullah (dengan mengatakan), ‘Janganlah kalian mempersekutukan sesuatupun dengan Aku dan sucikanlah rumah-Ku ini bagi orang-orang yang thawaf, orang-orang yang beribadah, dan orang-orang yang rukuk dan sujud.’” (Surat Al-Hajj ayat 26)
“Serulah manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, atau mengendarai setiap unta yang kurus, mereka datang dari segenap penjuru yang jauh.” (Surat Al-Hajj ayat 27).
“Agar mereka menyaksikan berbagai manfaat untuk mereka dan agar mereka menyebut nama Allah pada beberapa hari yang telah ditentukan atas rezeki yang diberikan Dia kepada mereka berupa hewan ternak. Maka makanlah sebagian darinya dan (sebagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara dan fakir.” (Surat Al-Hajj ayat 28).
“Kemudian, hendaklah mereka menghilangkan kotoran (yang ada di badan) mereka, menyempurnakan nazar-nazar mereka dan melakukan tawaf sekeliling rumah tua (Baitullah).” (Surat Al-Hajj ayat 29).
Tradisi penyelenggaraan ibadah haji di kalangan Bangsa Arab terus berlangsung sejak zaman Nabi Ibrahim as dan Nabi Ismail as sampai Allah mengutus Nabi Muhammad saw. Hanya saja mereka (bangsa Arab) mengubah banyak ajaran Nabi Ibrahim as dan Nabi Ismail as. Mereka menyekutukan Allah dengan patung dan berhala.
Mereka menempatkan berhala di punggung dan sekitar Ka’bah, di bukit Shafa, dan di bukit Marwa. Mereka meyakini berhala dan patung itu sebagai wasilah untuk mendekatkan diri kepada Allah. Mereka mengubah syi’ar-syiar haji dan menyembelih binatang ternak dengan nama selain-Nya. (Khudari Bek, 1995 M/1415 H: 30).
Pengutusan Nabi Muhammad saw memperbarui syariat Nabi Ibrahim as dan meluruskan kekeliruan orang-orang musyrik. Allah menjadikan Baitul Haram sebagai tempat suci umat Islam. Allah memerintahkan umat Islam untuk melaksanakan ibadah haji dan umrah.
“Siapa saja memasukinya (Baitullah) amanlah dia. (Di antara) kewajiban manusia terhadap Allah adalah melaksanakan ibadah haji ke Baitullah, yaitu bagi orang-orang yang mampu mengadakan perjalanan ke sana.” (Surat Ali Imran ayat 97).
“Sempurnakanlah ibadah haji dan umrah karena Allah. Tetapi jika kalian terkepung (oleh musuh), maka (sembelihlah) hadyu yang mudah didapat, dan jangan kalian mencukur kepala kalian sebelum hadyu sampai di tempat penyembelihannya.” (Surat Al-Baqarah ayat 196).
Allah memerintahkan umat Islam untuk mengesakan-Nya dengan murni dan meminta mereka untuk meninggalkan keyakinan dan tradisi jahiliyah.
“Siapa saja mengagungkan apa yang terhormat di sisi Allah (hurumat) maka itu lebih baik baginya di sisi Tuhannya. Dihalalkan bagi kalian semua hewan ternak, kecuali yang diterangkan kepada kalian (keharamannya), maka jauhilah oleh kalian (penyembahan) berhala-berhala yang najis itu dan jauhilah perkataan dusta.” (Surat Al-Hajj ayat 30).
Allah juga menerangkan waktu dan adab pelaksanaan ibadah haji.
“(Musim) haji itu (pada) bulan-bulan yang telah dimaklumi. Siapa saja mengerjakan (ibadah) haji dalam (bulan-bulan) itu, maka janganlah dia berkata jorok (rafats), berbuat maksiat dan bertengkar dalam (melakukan ibadah) haji. Segala kebaikan yang kalian kerjakan, Allah mengetahuinya.” (Surat Al-Baqarah ayat 197).
Allah menjelaskan pelaksanaan manasik haji dan tempat-tempat syiar haji.
“Sungguh Safa dan Marwah merupakan sebagian syi’ar (agama) Allah. Maka siapa saja beribadah haji ke Baitullah atau berumrah, tidak ada dosa baginya mengerjakan sa’i antara keduanya. Siapa saja dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka Allah Maha Mensyukuri, Maha Mengetahui.” (Surat Al-Baqarah ayat 158).
“Apabila kalian bertolak dari Arafah, zikirlah kepada Allah di Masy’aril Haram. Zikirlah kepada-Nya sebagaimana Dia telah memberi petunjuk kepada kalian, sekalipun sebelumnya kalian benar-benar termasuk orang yang tidak tahu.” (Surat Al-Baqarah ayat 198)
“Zikirlah (dengan menyebut) Allah dalam beberapa hari yang berbilang. Siapa saja yang ingin cepat berangkat (dari Mina) sesudah dua hari, maka tiada dosa baginya. Siapa saja yang ingin menangguhkan (keberangkatannya dari dua hari itu), maka tidak ada dosa pula baginya, bagi orang yang bertakwa.” (Surat Al-Baqarah ayat 203).
“Demikianlah (perintah Allah). Siapa saja mengagungkan syiar-syiar Allah, maka sungguh hal itu timbul dari ketakwaan hati.” (Surat Al-Hajj ayat 32)
“Telah Kami jadikan untuk kalian unta-unta itu sebahagian dari syi’ar Allah, kalian memperoleh kebaikan yang banyak padanya, maka sebutlah oleh kalian nama Allah ketika kalian menyembelihnya dalam keadaan berdiri (dan telah terikat). Kemudian apabila telah roboh (mati), maka makanlah sebagiannya dan beri makanlah orang yang rela dengan apa yang ada padanya (yang tidak meminta-minta) dan orang yang meminta. Demikianlah Kami telah menundukkan unta-unta itu untuk kalian, mudah-mudahan kalian bersyukur.” (Surat Al-Hajj ayat 36).
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian melanggar syi’ar-syi’ar Allah, dan jangan melanggar kehormatan bulan-bulan haram, jangan (mengganggu) binatang-binatang hadyu, dan binatang-binatang qala’id, dan jangan (pula) mengganggu orang-orang yang mengunjungi Baitullah sedang mereka mencari karunia dan keridhaan dari Tuhannya.” (Surat Al-Maidah ayat 2).
“Allah telah menjadikan Ka’bah, rumah suci itu sebagai pusat (peribadatan dan urusan dunia) bagi manusia, dan (demikian pula) bulan Haram, hadyu, qala’id.” (Surat Al-Maidah ayat 97).
Allah juga menerangkan ketentuan blokade keamanan yang tidak memungkinkan pelaksanaan haji dan juga ketentuan perihal pelaksanaan haji tamatu’. “Sempurnakanlah ibadah haji dan umrah karena Allah. Jika kalian terkepung (terhalang oleh musuh atau karena sakit), maka (sembelihlah) korban yang mudah didapat, dan jangan kalian mencukur kepala kalian sebelum kurban sampai di tempat penyembelihannya.
Jika ada di antara kalian yang sakit atau ada gangguan di kepalanya (lalu ia bercukur), maka wajiblah atasnya berfidyah, yaitu berpuasa atau bersedekah atau berkurban. Apabila kalian telah (merasa) aman, maka bagi siapa yang ingin mengerjakan umrah sebelum haji (di dalam bulan haji), (wajiblah ia menyembelih) kurban yang mudah didapat.
Tetapi jika ia tidak menemukan (hewan kurban atau tidak mampu), maka wajib berpuasa tiga hari dalam masa haji dan tujuh hari (lagi) apabila kalian telah pulang kembali. Itulah sepuluh (hari) yang sempurna.
Demikian itu (kewajiban membayar fidyah) bagi orang-orang yang keluarganya tidak berada (di sekitar) Masjidil Haram (orang-orang yang bukan penduduk kota Mekah).” (Surat Al-Baqarah ayat 196).
Kota Makkah dijadikan oleh Allah sebagai kota suci yang aman.
“Tidakkah mereka memperhatikan, bahwa Kami telah menjadikan (negeri mereka) tanah suci yang aman, padahal manusia di sekitarnya saling merampok?” (Surat Al-Ankabut ayat 97)
“Apakah Kami tidak meneguhkan kedudukan mereka dalam daerah haram (tanah suci) yang aman, yang didatangkan ke tempat itu buah-buahan dari segala macam (tumbuh-tumbuhan) untuk menjadi rezeki (bagimu) dari sisi Kami?” (Surat Al-Qashash ayat 57).
Aktivitas perburuan dilarang bagi mereka yang melaksanakan ihram. Pelanggaran terhadap ketentuan aktivitas perburuan dikenakan sanksi.
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian membunuh binatang buruan, ketika kalian sedang ihram. Siapa saja di antara kalian membunuhnya dengan sengaja, maka dendanya ialah mengganti dengan binatang ternak seimbang dengan buruan yang dibunuhnya, menurut putusan dua orang yang adil di antara kalian sebagai hadyu yang dibawa sampai ke Ka’bah atau (dendanya) membayar kafarah dengan memberi makan orang-orang miskin atau berpuasa.” (Surat Al-Maidah ayat 95).
Ibadah haji diwajibkan pada tahun 6 H/627 M (tahun perjanjian Hudaibiyah dengan kaum musyrik Makkah). Pada tahun yang sama Rasulullah saw berangkat dari Madinah menuju Makkah untuk melaksanakan umrah. Tetapi ia dihalangi untuk melakukan aktivitas umrah di Ka’bah. Rasulullah saw kemudian meng adha umrahnya pada tahun 7 H. (Khudari Bek, 1995 M/1415 H: 31).
Baca juga : Apa itu Hari Raya Idul Adha?
Pada tahun 9 Hijriyah, Rasulullah mengirimkan misi haji dari Madinah. Rasulullah saw menunjuk sahabat Abu Bakar ra sebagai amirul hajj. Sedangkan pada tahun 10 Hijriyah, Rasulullah saw melaksanakan ibadah haji dengan segenap umat Islam sebagai haji wada. pada kesempatan ini Rasulullah saw menjelaskan tata cara (kaifiat) ibadah haji.
“Ambillah dariku cara manasik haji kalian,” kata Rasulullah saw. (bersambung…). (Alhafiz Kurniawan)