Pojoksuramadu.com, Sumenep – Meski tak sebesar namanya, Pulau Giliyang telah menjadi destinasi yang semakin populer di kalangan wisatawan domestik maupun mancanegara.
Pulau mungil ini, yang dihuni sekitar 4.500 jiwa, menyimpan pesona alam yang luar biasa, terutama karena kualitas udaranya yang dikenal sebagai salah satu yang terbersih di dunia.
Pulau Giliyang Terletak di tengah gugusan 17 ribu pulau di Nusantara, Giliyang menjadi magnet bagi berbagai kalangan, suku, bahkan bangsa, yang ingin menikmati oksigen murni yang langka.
Fenomena ini bermula sekitar sepuluh tahun lalu, ketika Tim LAPAN (Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional) melakukan penelitian dan menemukan bahwa kadar oksigen di Pulau Giliyang melebihi angka normal.
Konsentrasi oksigen di pulau ini mencapai 20,9% dengan Level Explosive Limit (LEL) sebesar 0,5%. Temuan ini menarik minat banyak peneliti, wisatawan, dan pecinta alam yang ingin merasakan langsung udara segar yang jarang ditemukan di tempat lain.
Sejarah Pulau Giliyang

Pulau Giliyang merupakan bagian dari Kecamatan Dungkek, Kabupaten Sumenep, Madura. Menurut catatan sejarah, pulau ini mulai dihuni pada masa pemerintahan Sultan Abdurrahman (1811-1854).
Arman Mustafa, salah satu penulis buku Giliyang: Salah Satu Pulau Wisata Sehat (2014), mengungkapkan bahwa pulau ini pertama kali ditemukan oleh seorang pelaut asal Makassar bernama Daeng Masalle.
“Informasi ini kami dapatkan dari keturunan Daeng Masalle yang pertama kali tiba di Pulau Giliyang melalui Pantai Leguna,” jelas Arman. Pantai Leguna kini telah berkembang menjadi Desa Banraas, salah satu dari dua desa yang ada di Giliyang.
Baca juga : Makam Sunan Sendang Duwur, Lamongan Jawa Timur
Asal Usul Nama Giliyang
Nama Giliyang sendiri berasal dari dua kata, yaitu Gili yang berarti pulau dan Iyang yang berarti sesepuh atau orang yang dihormati. Meskipun demikian, Arman tidak menampik adanya versi lain mengenai asal usul nama ini.
“Ada juga yang menyebutkan bahwa Daeng Masalle tiba di Giliyang sekitar tahun 1920-an. Namun, menurut keturunan Masalle yang ke-8, leluhur mereka tiba pada tahun 1818. Ini mungkin perlu dikaji lebih lanjut,” tambah Arman.
Baca juga : Goa Soekarno Pasongsongan Sumenep
Warisan Sejarah dan Budaya
Setelah kedatangan Daeng Masalle, banyak anggota keluarganya yang ikut hijrah dari Makassar melalui Desa Bancamara. Mereka menetap, berasimilasi dengan penduduk lokal, dan membangun kehidupan turun-temurun di pulau ini. Jejak sejarah tersebut masih dapat dilihat hingga kini, salah satunya melalui pagar batu peninggalan masa lalu.
“Pagar batu itu menjadi bukti nyata dari sejarah panjang Pulau Giliyang,” tutur Arman.
Pulau Giliyang Menjadi Destinasi Wisata Sehat Dengan Kadar Oksigen Terbaik Dunia

Selain udara bersihnya, Pulau Giliyang juga menawarkan pesona alam yang memikat. Pantai-pantainya yang masih alami, hamparan perbukitan, dan kehidupan masyarakat yang ramah membuat pulau ini semakin menarik untuk dikunjungi.
Bagi para wisatawan yang mencari ketenangan dan kesehatan, Giliyang adalah pilihan yang tepat.
Dengan segala keunikan dan keindahannya, Pulau Giliyang tidak hanya menjadi destinasi wisata biasa, tetapi juga tempat untuk merasakan harmoni antara alam, sejarah, dan budaya.
Jika Anda mencari pengalaman liburan yang berbeda, Giliyang siap menyambut Anda dengan udara segar dan cerita-cerita menarik dari masa lalu.