Jakarta, Pojok Suramadu — Dalam rapat paripurna yang digelar pada Kamis (20/3) siang, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) secara resmi menyetujui perubahan Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI) menjadi undang-undang. Acara tersebut dipimpin langsung oleh Ketua DPR, Puan Maharani, yang meminta persetujuan dari seluruh fraksi dan anggota dewan.
“Sekarang kami meminta persetujuan dari fraksi-fraksi dan anggota dewan, apakah Rancangan Undang-Undang TNI ini dapat disahkan menjadi undang-undang?” tanya Puan Maharani.
“Setuju!!” seru ratusan anggota dewan yang hadir dalam rapat tersebut.
Rapat paripurna ini dihadiri oleh 293 anggota DPR, termasuk Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad, Saan Mustopa, dan Adies Kadir.
Pengesahan RUU TNI ini merupakan hasil dari pembahasan dan persetujuan di tingkat I yang telah dilakukan dalam rapat kerja antara Komisi I DPR dan pemerintah pada Selasa (18/3).
Meskipun menuai kritik dari berbagai kalangan masyarakat, delapan fraksi partai politik yang ada di DPR sepakat untuk menyetujui RUU TNI tersebut. Salah satu poin yang paling banyak mendapat sorotan adalah perluasan instansi sipil yang dapat diisi oleh prajurit aktif.
Baca juga : Resmi Berdiri, AI Blockchain Centre Indonesia
Banyak pihak menilai bahwa hal ini berpotensi menghidupkan kembali konsep dwifungsi angkatan bersenjata, di mana militer tidak hanya bertugas di bidang pertahanan, tetapi juga terlibat dalam urusan sipil.
Kekhawatiran tersebut muncul karena dalam RUU TNI terdapat pasal yang memperbolehkan penempatan prajurit aktif di berbagai kementerian dan lembaga pemerintah.
Sebelumnya, hanya ada 10 instansi sipil yang dapat diisi oleh TNI, namun melalui revisi ini, jumlahnya bertambah menjadi 14 instansi.
Pengesahan RUU TNI ini tidak berjalan mulus. Bersamaan dengan rapat paripurna, sejumlah kelompok masyarakat sipil dan mahasiswa menggelar aksi unjuk rasa di depan kompleks parlemen. Mereka menuntut agar DPR membatalkan pengesahan RUU TNI yang dinilai dapat mengembalikan dominasi militer dalam kehidupan sipil.
RUU TNI sendiri telah mengalami beberapa perubahan sejak pertama kali dibahas dua minggu sebelumnya. Namun, ada tiga pasal yang paling banyak mendapat perhatian publik. Pertama, Pasal 7 yang mengatur tentang tugas dan fungsi baru TNI dalam operasi selain perang (OMSP). Kedua, Pasal 47 yang membahas penempatan prajurit aktif di jabatan sipil. Ketiga, Pasal 53 yang mengatur tentang perpanjangan usia pensiun TNI, yang dibagi menjadi tiga klaster: tamtama dan bintara, perwira menengah, dan perwira tinggi.
Baca Juga : Peringatan Darurat, Dosen dan Mahasiswa UGM Gelar Aksi Tolak RUU TNI
Perpanjangan usia pensiun ini menjadi salah satu isu kontroversial, karena dinilai dapat mempengaruhi regenerasi dan dinamika internal TNI. Sementara itu, penambahan instansi sipil yang dapat diisi oleh prajurit aktif dianggap sebagai langkah mundur dalam upaya memisahkan peran militer dan sipil.
Meskipun mendapat penolakan dari berbagai pihak, DPR tetap melanjutkan proses pengesahan RUU TNI. Keputusan ini diharapkan dapat diikuti dengan langkah-langkah yang memastikan bahwa TNI tetap fokus pada tugas utamanya dalam menjaga kedaulatan negara, tanpa mengintervensi urusan sipil.
Aksi protes yang digelar oleh masyarakat sipil dan mahasiswa menunjukkan bahwa masih ada ketidakpuasan terhadap keputusan ini. Mereka berharap agar pemerintah dan DPR dapat lebih mendengarkan aspirasi publik dalam proses pembuatan kebijakan yang berkaitan dengan pertahanan dan keamanan negara.