Oleh : Nurul Huzaimah
POJOKSURAMADU.COM – Perekonomian lima negara “raksasa kapitalisme” akhirnya tumbang ke jurang resesi akibat hantaman pandemi Covid-19. Pembatasan aktivitas komunal di seluruh dunia menyebabkan roda perekonomian seluruh negara macet. Kelima negara tersebut meliputi Amerika Serikat (AS), Jerman, Hongkong, Singapura, dan Korea Selatan. Dari kelimanya, AS yang terburuk.
Pada kuartal II dari April hingga Juni, ekonomi AS mengalami kontraksi sebesar 32,9% yang merupakan penurunan terburuk sepanjang sejarah. Sementara pada kuartal sebelumnya (Januari ke Maret), PDB AS minus 5%. Bisnis yang terhenti selama lockdown di musim semi tahun ini, membuat AS terjerumus dalam resesi pertamanya selama 11 tahun terakhir.
Hanya dalam beberapa bulan, ekspansi ekonomi terpanjang dalam sejarah AS selama lima tahun terakhir pun selesai sudah. (detik.com, 31/07/2020).
International Monetery Fund (IMF) sejak awal tahun memang sudah mewanti-wanti soal ancaman resesi ini. Ekonomi akan berantakan karena bisnis tersendat bahkan terhenti. Efek dari pandemi juga akan menekan daya beli masyarakat dan menghentikan aktivitas perdagangan.
IMF memprediksi bahwa ekonomi global akan terkontraksi 4,9 persen. Sementara World Bank pada Juni lalu menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi global minus 5,2 persen. Dan Asian Development Bank turut memproyeksikan pertumbuhan minus ekonomi global sebesar minus 6,4 persen.
Di Indonesia, Presiden Joko Widodo beberapa kali juga mengingatkan para menterinya soal ancaman resesi. Bank Dunia memprediksi bahwa 5,5-8 juta orang masyarakat Indonesia akan jatuh dalam kemiskinan. Dalam laporan Bank Dunia, Indonesia Economic Prospects pada Juli 2020, wabah ini membuat masyarakat Indonesia semakin sulit mencari nafkah.
Pekerja di beberapa sector akan sangat terdampak seperti sector transportasi dan konstruksi (detik.com, 16/07/2020). World Bank Economicst untuk Indonesia, Frederico Gill Sander dalam peluncuran laporan Indonesia Economic Prospects tersebut menyatakan bahwa tanpa adanya dukungan massif dari pemerintah, apabila kita asumsikan sajadimana ekonomi mengalami kontraksi hingga minus, maka kemiskinan akan meningkat sangat signifikan.
Dia menambahkan, kondisi ini akan berpeluang semakin parah jika tidak ada langkah serius yang diambil pemerintah. Di sisi lain, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun ini terus mengalami penurunan. Pertumbuhan ekonomi pada kuartal I Tahun 2020 tercatat hanya tumbuh sebesar 2,97 persen. Sementara ekonomi pada kuartal II diproyeksikan terkontraksi menjadi minus 4,3 persen. Jika ini benar terjadi, maka dipastikan Indonesia akan terperosok ke dalam jurang resesi.
Bersiap Menghadapi Resesi
Resesi adalah suatu kondisi ketika produk domestic bruto (PDB) mengalami penurunan selama dua kuartal berturut-turut. Dalam sistem perekonomian saat ini, resesi kerap terjadi atau terulang di suatu negara. Amerika Serikat, tercatat sebagai negara yang mengalami resesi terbanyak sepanjang sejarah. Tercatat, Amerika Serikat sudah mengalami 33 kali resesi sejak tahun 1854. 4 kali dari tahun 1980 termasuk krisis finansial global pada tahun 2008 kemarin.
Sementara Indonesia sendiri, pun pernah mengalaminya. Resesi terparah pada tahun 1998 dengan pertumbuhan minus selama lima kuartal berturut-turut menyeret Indonesia ke dalam status depresi ekonomi. (CNBC Indonesia, 18/07/2020).
Jatuh ke jurang resesi, tentu bukanlah kondisi yang menyenangkan. Beberapa ekonom pun turun tangan memberikan solusi. Bima Yudhistra, ekonom INDEF meminta masyarakat untuk berhemat dan fokus pada kebutuhan pangan dan kesehatan, mengurangi belanja diluar kebutuhan. Sementara Direktur Riset Centre of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Piter Abdullah meminta masyarakat mempersiapkan tabungan dan tidak boros guna mempersiapkan menghadapi resesi. (Detik.com. 19/07/20)
Sistem Ekonomi Islam, Formula Tepat Antikrisis
Sesungguhnya, segala persoalan ekonomi yang terjadi saat ini adalah persoalan sistemik yaitu dipakainya sistem ekonomi kapitalisme dengan cacat bawaannya, rapuh dan sangat rentan krisis. Berulang-ulangnya krisis yang terjadi adalah karena solusi yang dihasilkan oleh sistem ini tidak cukup kuat untuk menghentikan, apalagi mencegahnya.
Praktik ribawi yang dilegalkan pada setiap transaksi, tidak adanya nilai intrinsik pada mata uang yang dipakai serta dominasi mata uang asing yang mengakibatkan terjadinya krisis moneter ketika negara tersebut terlilit hutang luar negeri.
Ini berbeda dengan Islam. Aturan yang diturunkan oleh Allah, Al-Khaliq (Sang Maha Pencipta) dan Al-Mudabbir (Maha Mengatur). Ekonomi dalam Islam dibangun berdasarkan petunjuk Ilahiyah, membawa formula kesembuhan atas ekonomi yang sedang sekarat saat ini. Islam menjamin pemenuhan kebutuhan pokok berupa pangan, sandang, papan dengan memastikan setiap individu berada dalam tanggung jawab dengan memberi nafkah yang jelas. Karena itulah Islam mewajibkan semua laki-lakai mukallaf untuk bekerja.
Islam juga memberikan aturan mikro dan makro ekonomi yang sempurna untuk menciptakan ekonomi yang stabil, produktif dan berkeadilan bagi semua. Juga ada sistem mata uang dinar-dirham yang stabil nilainya dan menjaga stabilitas daya beli masyarakat.
Selanjutnya, zakat dalam Islam membuat harta mengalir hingga ke lapisan ekonomi bawah dan sistem keuangan baitul maal membuat kas keuangan negara berlimpah, menjauhkan anggaran negara dari pajak dan hutang luar negeri. Serta sistem syariah tanpa riba akan membuat ekonomi produktif dan antikrisis. (*)